KOMPAS.com - Jika tak ada kendala, pesawat N219 akan terbang perdana akhir Maret dan bisa diproduksi pada 2018. Produksi pesawat buatan perekayasa Indonesia itu diharapkan menggerakkan ekonomi, menghidupi industri pendukung, dan menumbuhkan kewirausahaan berbasis teknologi. Namun, itu butuh keberpihakan penuh dari pemerintah.
Tren global industri pesawat terbang, termasuk Airbus dan Boeing, ialah menyubkontrakkan sebagian pekerjaannya ke industri pendukung di seluruh dunia. Model itu bisa diterapkan PT Dirgantara Indonesia (PT DI) saat memproduksi pesawat N219.
”Itu konsep berbagi risiko agar perusahaan tak kelebihan beban, pekerjaan berkembang, dan jumlah tenaga kerja bisa dikelola,” kata Ketua Pusat Kerekayasaan Aeronautika Indonesia (Indonesian Aeronautical Engineering Center/IAEC) Hari Tjahjono, di Jakarta, Senin (23/1/2017).
Wakil Ketua Asosiasi Industri Pesawat Terbang dan Komponen Pesawat Terbang Indonesia (Indonesia Aircraft and Component Manufacturer Association/Inacom) Adi Sasongko berpendapat senada. Hal itu bergantung pada PT DI dengan struktur organisasi besar dan biasa menggarap semua hal mandiri.
Pekerjaan pembuatan pesawat yang bisa disubkontrakkan ke industri pendukung umumnya bukan bagian inti pesawat yang bisa memengaruhi langsung performa pesawat. Pekerjaan itu terentang mulai dari perancangan atau desain pengembangan pesawat sampai produksi sejumlah komponen.
Menurut Hari, anggota IAEC, terdiri dari 26 industri kecil menengah dan 200 perekayasa dirgantara di Indonesia dan luar negeri, bisa diberdayakan untuk pengembangan N219 berbagai versi, seperti untuk pengawasan maritim atau jadi pesawat kombi. Itu butuh penghitungan ulang oleh perekayasa di luar PT DI agar PT DI fokus mengembangkan generasi pesawat baru.
”Industri kecil menengah teknologi dirgantara ini tumbuh subur di India dan Singapura,” ujarnya.
Pembuatan komponen pesawat yang bisa diserahkan ke industri pendukung umumnya tak menyangkut keamanan dan keselamatan pesawat. Contohnya sistem pencahayaan panel ataupun sebagian sistem elektronik pesawat.
”Namun, pembuatan sistem elektronik pesawat oleh industri pendukung rumit karena harus ada sertifikasi ketat,” kata Adi. Proses sertifikasi membuat sebagian industri pendukung belum siap menjadi penopang PT DI.
Direktur Teknik dan Pengembangan PT DI yang juga Ketua Inacom Andi Alisjahbana mengatakan, pelibatan anggota Inacom untuk memasok sebagian komponen, perkakas (tool), dan alat pengarah (jig) sedang berjalan.
Jika pemerintah ingin pembangunan teknologi tinggi yang memberikan multimanfaat ekonomi bagi masyarakat dan menumbuhkan kewirausahaan, perlu pelibatan industri kecil menengah pendukung. ”Itu tak bisa instan, harus disiapkan matang dalam peta jalan jelas,” ucapnya. (MZW)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.