Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 28/12/2016, 13:47 WIB

JAKARTA, KOMPAS — Penambahan kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional melambat. Hingga akhir 2016, baru 66 persen penduduk menjadi peserta. Hal itu berarti, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan hanya punya waktu dua tahun untuk menambah 80 juta peserta baru.

Tahun 2016, 188 juta warga ditargetkan terdaftar program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS). Namun, hingga 16 Desember, baru 171,67 juta peserta JKN-KIS atau 91 persen dari target.

Padahal, target kepesertaan semesta JKN-KIS atau 95 persen warga ditargetkan tercapai pada 1 Januari 2019. Jadi, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan hanya punya waktu dua tahun menambah sekitar 80 juta warga sebagai peserta baru.

Anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), Zaenal Abidin, di Jakarta, Selasa (27/12), mengingatkan, penambahan peserta JKN- KIS melambat. "Butuh kerja besar agar target kepesertaan semesta (universal coverage) tercapai di waktu tersisa," katanya.

Pemantauan dan evaluasi DJSN menunjukkan, banyak warga belum terdaftar JKN-KIS karena tak punya nomor induk kependudukan (NIK) sebagai syarat utama pendaftaran JKN-KIS. Hal itu banyak ditemukan pada pekerja perkebunan dan pertambangan dari luar daerah yang bekerja tanpa dokumen kependudukan memadai.

Masalah lain, banyak warga tak mampu membayar iuran JKN-KIS. Apalagi, aturan pendaftaran JKN-KIS menuntut pendaftaran semua anggota keluarga di kartu keluarga sekaligus, tak bisa beberapa anggota keluarga lebih dulu. "Jika tak mampu, mereka seharusnya jadi penerima bantuan iuran (PBI) yang iurannya dibayar pemerintah. Nyatanya tidak," ucapnya.

Penyebab lain yang membuat warga belum mendaftar JKN-KIS adalah jarang sakit, tempat kerja belum mendaftarkan, layanan BPJS Kesehatan dinilai buruk, dan punya asuransi swasta. Hal itu karena prinsip JKN-KIS sebagai asuransi sosial belum dipahami.

Menurut Kepala Departemen Hubungan Eksternal dan Humas BPJS Kesehatan Irfan Humaidi, pihaknya belum tahu penyebab pasti tak tercapainya target itu. Kondisi tersebut bisa terjadi karena target terlalu progresif atau kondisi riil di lapangan belum memungkinkan penambahan peserta berjumlah besar.

Pihak BPJS Kesehatan mendapat tugas besar. Hanya dalam lima tahun, hampir semua penduduk Indonesia atau 255 juta orang harus jadi peserta JKN- KIS. Itu membuat JKN-KIS jadi program jaminan kesehatan terbesar dan terprogresif sedunia. "BPJS Kesehatan optimistis dalam dua tahun bisa menjangkau 80 juta peserta baru," kata Irfan.

Meski demikian, optimisme itu butuh dukungan para pihak karena banyak soal muncul berada di luar kewenangan BPJS Kesehatan untuk menuntaskannya, seperti masalah NIK dan penetapan PBI.

Untuk mendukung penambahan peserta itu, BPJS Kesehatan akan menambah cabang dan pegawai baru disertai berbagai kemudahan demi mendorong kian banyak warga terdaftar JKN-KIS.

Penerima upah

Selain jumlah peserta tak memenuhi target, komposisi kepesertaan JKN-KIS juga belum memenuhi harapan ideal untuk mendukung prinsip gotong royong. Dari 171,67 juta peserta, 62 persennya atau 106,5 juta orang adalah kelompok PBI dari APBN ataupun APBD.

Meski jumlahnya besar, iuran kelompok PBI per bulan hanya Rp 23.000. Iuran itu lebih kecil dari iuran peserta mandiri untuk mendapat layanan di kelas sama Rp 25.500. Nilai itu lebih rendah dari usulan DJSN untuk peserta kelas 3 Rp 27.500-Rp 36.500.

Jumlah kelompok pekerja penerima upah (PPU) swasta yang jadi peserta JKN-KIS dan diharapkan jadi penopang subsidi silang pembiayaan JKN-KIS justru amat rendah. Sampai 2016, baru 23,51 juta peserta PPU swasta jadi peserta atau 13,7 persen dari total peserta JKN-KIS.

Di sisi lain, Zaenal mencermati banyak potensi PPU swasta saat akan didaftarkan perusahaannya masih terdaftar sebagai peserta PBI. Alih status kepesertaan dari PBI jadi PPU swasta panjang dan rumit, melibatkan banyak lembaga dan kementerian.

"Jika alih status kepesertaan bisa dipercepat, kepesertaan PBI bisa dialihkan ke orang yang lebih membutuhkan," ujarnya. (MZW)

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 28 Desember 2016, di halaman 13 dengan judul "Kepesertaan JKN Mulai Melambat".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau