KOMPAS.com - Ilmuwan Indonesia di Universitas Chiba, Jepang, Josaphat Tetuko Sri Sumantyo, membangun sensor radar yang bakal dipasang di satelit mikro buatan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional RI. Itu akan jadi sensor Circularly Polarized-Synthetic Aperture Radar atau CP-SAR pertama di dunia yang dipasang di satelit.
"Satelit selama ini menggunakan SAR konvensional, yaitu Linear Polarized SAR (LP-SAR)," kata Josaphat, guru besar penginderaan jauh gelombang mikro di Universitas Chiba, dihubungi dari Jakarta, Minggu (18/12/2016).
Sensor SAR dapat menembakkan gelombang mikro dan menerimanya kembali untuk diolah menjadi citra radar, yang bisa beroperasi siang ataupun malam. Sensor optik, seperti kamera, hanya mampu membantu mengetahui informasi permukaan Bumi, sedangkan sensor SAR bisa untuk informasi di bawah permukaan Bumi, tergantung kondisi permukaan dan gelombang mikro yang digunakan sensor.
Menurut dia, CP-SAR bekerja pada gelombang L band atau 1,275 giga hertz, dengan panjang gelombang 23 cm. Gelombang itu sanggup menembus awan sehingga cocok untuk pemantauan wilayah Indonesia yang kerap tertutup awan. Gelombang juga bisa menembus kabut, asap, hutan, bahkan kedalaman tanah hingga beberapa meter.
L band adalah gelombang dengan frekuensi terendah sehingga lebih panjang dibandingkan gelombang lain berjenis C, X, dan Ku band. Dengan demikian, antena yang dibutuhkan untuk gelombang L band merupakan yang terpanjang dibanding yang lain, berkisar 10-12 meter. Namun, Josaphat mengembangkan rancangan agar antena lebih ringkas, sepanjang 3,6 meter. Itu mengurangi bobot SAR, kurang dari 100 kilogram atau 10 persen lebih ringan dibanding SAR termutakhir yang sudah ada saat ini.
Keunggulan
Keunggulan sensor radar dengan putaran hantaran gelombang melingkar (circular polarization) itu mampu mengurangi pengaruh getaran pesawat pembawa radar serta pengaruh rotasi Faraday yang biasanya menyebabkan gelombang mikro berotasi di ionosfer.
"Citra CP-SAR lebih baik dan akurat dibanding citra LP-SAR dengan putaran hantaran gelombang linier," kata Josaphat, yang pernah menjadi peneliti di Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi itu.
Keunggulan lain, CP-SAR bisa dibawa satelit mikro berbobot 100-150 kg, sedangkan SAR konvensional dibawa satelit berbobot 1.000 kg. Satelit buatan Lapan yang akan memuat CP-SAR adalah LAPAN-A5/LAPAN-CHIBASat. Itu akan menjadi satelit mikro pertama di dunia yang membawa sensor radar.
Kepala Pusat Teknologi Satelit Lapan Abdul Rahman mengatakan, Lapan menyiapkan bus satelit atau bagian satelit yang membawa muatan, serta menyediakan energi listrik, fungsi komputer, propulsi, kendali sikap, dan membuat satelit dapat berkomunikasi dengan stasiun bumi/darat. Lapan juga menyiapkan misi yang akan dijalankan, memanfaatkan CP-SAR Josaphat.
"Misi SAR ini menjawab kendala pengamatan wilayah Indonesia hampir sepanjang tahun," ujar Abdul. Misi takkan lagi terkendala kondisi awan dan malam hari. Untuk 2017, targetnya perancangan awal serta pengkajian rancangan konsep satelit LAPAN-A5. Target meluncur tahun 2021. Saat ini, Lapan masih menyiapkan model teknis muatan CP-SAR.
Saat di antariksa, LAPAN-A5 bakal bergerak dengan lintasan polar (dari kutub utara ke selatan), mengelilingi Bumi dengan orbit bulat. Satelit ini bakal ada di ketinggian sekitar 570 kilometer dan sudut inklinasi 97,4 derajat. Bobotnya 150 kg dan berdimensi sekitar 50 cm x 70 cm x 80 cm.
Satelit mengelilingi Bumi dua jam sekali. Satelit berada di atas wilayah Indonesia setiap empat-enam hari sekali. (JOG)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.