KOMPAS.com - Tahun 2016 ini, wabah virus zika telah menggegerkan dunia kesehatan. Infeksi virus zika yang ditularkan lewat nyamuk sebenarnya sudah ada sejak lama. Tetapi, saat itu virus zika tidak menjadi masalah besar, karena dampaknya pun tak lebih buruk dari demam berdarah dengue (DBD).
Infeksi virus zika mulai menjadi perhatian dunia sejak kasus banyaknya bayi yang lahir dengan mikrosefali di Brasil. Bayi tersebut lahir dari ibu hamil yang terinfeksi zika.
Sejak akhir tahun 2015 hingga 2016, tercatat sudah lebih dari 4000 bayi yang lahir dengan ukuran otak dan kepala yang lebih kecil.
Virus zika ternyata meluas ke berbagai negara lain, khususnya di kawasan Amerika Latin. Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit atau CDC (Centers for Disease Control and Prevention) di Amerika Serikat pun langsung mengimbau ibu hamil menunda rencana berpergian ke kawasan Amerika Latin.
Bahkan, di beberapa negara yang terkena wabah virus zika, para wanita yang baru menikah diimbau untuk menunda kehamilan. Akan tetapi, penyebaran virus zika tak bisa dicegah dengan mudah. Kasus infeksi virus zika pun ditemukan di Amerika Serikat, Inggris, hingga negara-negara di Eropa.
Sejumlah ilmuwan langsung turun tangan untuk meneliti lebih lanjut apakah infeksi virus zika pada ibu hamil memang menyebabkan bayi lahir dengan mikrosefali.
Lucia Noronha, pakar patologi dari Brizilian Society of Pathology mengungkapkan, virus zika nyatanya terdeteksi dalam jaringan otak sehingga menyebabkan mikrosefali pada bayi.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) kemudian menetapkan kasus virus zika sebagai darurat kesehatan internasional.
Penularan virus zika
Mulanya, virus zika diketahui hanya menyebar lewat gigitan nyamuk seperti halnya DBD. Akan tetapi, dari sejumlah kejadian di berbagai negara, virus zika bisa menular lewat transfusi darah dan hubungan seksual, termasuk seks oral.
Peneliti menemukan virus zika masih terdeteksi di area vagina selama hampir satu minggu. Penelitian lainnya menunjukkan, virus zika mampu bertahan di sperma selama setidaknya 90 hari.
Penelitian itu menguatkan adanya kasus seorang pria di Texas yang tertular zika setelah berhubungan seksual dengan kekasihnya yang baru kembali dari Venezuela, di mana virus Zika terjangkit
Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit atau CDC (Centers for Disease Control and Prevention) di Amerika Serikat kemudian mengimbau pria yang baru pulang dari suatu negara terjangkit virus zika memakai kondom selama 6 bulan ketika ingin berhubungan seksual.
Penelitian lain pun mengungkapkan, virus zika terdeteksi di urine, air ketuban ibu hamil, hingga air liur.
Menyebar ke Asia
Tak hanya menyebar di Amerika hingga ke kawasan Afrika dan Eropa, virus zika juga masuk ke kawasan Asia. Februari 2016, pejabat kesehatan di China mengonfirmasi adanya kasus pertama infeksi virus Zika, yaitu pada pria berusia 34 tahun. Pria tersebut diketahui baru saja pulang dari Amerika Selatan.