KOMPAS.com - Stres dan kurang tidur juga bisa menjadi pemicu diabetes, selain pola makan yang tidak tepat atau faktor keturunan. Penataan kamar ternyata bisa jadi salah satu cara meminimalkan risiko ini. Kenapa?
Stres dan kurang tidur sebenarnya saling berkaitan. Saat stres, seseorang cenderung terus memikirkan persoalan yang dihadapinya sehingga sulit tidur nyenyak.
Riset American Psychological Association pada 2013 mendapati, 43 persen orang dewasa yang menjadi respondennya mengatakan stres membuat mereka terjaga pada malam hari. Sekitar 42 persen responden juga mengaku kualitas tidur berkurang ketika stres melanda.
Stres dan kurang tidur yang berlangsung terus-menerus inilah yang dapat memicu diabetes, karena metabolisme badan akan ikut terganggu. Tidur kurang dari delapan jam juga menurunkan produksi hormon insulin yang fungsinya adalah mengatur kadar gula darah.
"Kondisi berkurangnya hormon insulin merupakan tanda awal penyakit diabetes," ujar Josiane Broussard, Ilmuwan Institut Penelitian Diabetes dan Obesitas, seperti dikutip mirror.co.uk, Kamis (5/5/2016).
Karenanya, memastikan tidur tidak kurang dari rentang delapan jam pada malam hari merupakan salah satu cara mencegah risiko disabetes. Kalau stres kerap menjadi penghalang tidur berkualitas, siasati dengan mengatur ruang kamar menjadi bebas stres.
Kamar bebas stres
Penataan yang tepat dapat menjadi kunci kamar bebas stres, tak peduli apa pun suasana hati dan beban pikiran pada saat itu. Ada beberapa cara bisa diterapkan untuk mewujudkan kamar seperti ini.
"Coba gunakan warna hijau pucat, abu-abu muda, biru pastel, atau putih. Selain menenangkan, warna muda dapat membuat kamar terlihat semakin besar," ujar Augustin seperti dikutip thelala.com, Jumat (26/8/2016).
Warna selimut juga bukan perkecualian untuk dicermati. Selimut dengan motif terlalu ramai, menurut Augustin, akan membuat si empunya kamar sulit tidur nyenyak. Dia pun merekomendasikan putih sebagai pilihan warna selimut.
Penerangan kamar, lanjut Augustin, tak bisa disepelekan pula. Cahaya lampu terlalu terang, kata dia, dapat mengganggu kualitas tidur pemilik kamar.
Tapi, jika ingin tetap ada sedikit penerangan saat tidur, Augustin menyarankan lampu dengan cahaya kebiruan sebagai pilihan. Menurut dia, warna itu bagus untuk kinerja kognitif.
Saat tidur, otak tetap aktif bekerja. Riset University of California pada 2016 mendapati, otak mengubah memori jangka pendek menjadi ingatan jangka panjang, selama waktu tidur.
Pilihan lain untuk warna pencahayaan selama waktu tidur adalah kuning. Menurut Augustin, sinar kekuningan mampu memberi ketenangan sehingga seseorang dapat tidur lebih lelap.
Aroma yang disarankan adalah bunga lavender atau wangi vanila. Merujuk riset Wesleyan University, Augustin menyebutkan, aroma bunga lavender dapat membantu seseorang tidur lelap sehingga merasa lebih segar ketika bangun pada pagi hari.
Tetap siaga
Meski sudah tidur cukup dan stres tak membelenggu, memeriksa kadar gula secara berkala sebaiknya tetap dilakukan pula. Ingat, ada banyak faktor pemicu diabetes.
Bila memeriksakan diri ke dokter atau laboratorium terasa terlalu merepotkan, pemeriksaan kadar gula darah bisa dilakukan sendiri di rumah. Terlebih lagi, sekarang sudah ada peranti penguji gula darah mandiri seperti OneTouch SelectSimple.
Pengguna cukup meneteskan sedikit darah di atas test strip yang lalu ditempelkan ke alat itu. Nilai total kadar gula darah pun akan segera terlihat di layar.
Sebagai patokan, kadar gula darah puasa di bawah 100 mg/dl menunjukkan level normal. Adapun kadar gula darah puasa di rentang 100-125 mg/dl berarti sudah masuk kategori pre-diabetes. Kadar di atas 126 mg/dl berarti pemilik darah sudah masuk kategori terkena diabetes.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.