KOMPAS.com - Hampir satu dari tujuh anak di dunia, terutama Asia Selatan, hidup di lingkungan dengan tingkat polusi udara yang tinggi. Padahal, efek polusi udara bagi kesehatan anak sangat berbahaya.
Menurut data UNICEF, sekitar 300 juta anak, dan 220 juta di antaranya tinggal di Asia Selatan, tinggal di lingkungan yang kadar polusi udaranya 6 kali melebihi standar international yang diatur oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Direktur eksekutif UNICEF, Anthony Lake, mengatakan bahwa polusi udara adalah faktor utama kematian pada 600.000 anak berusia kurang dari lima tahun. Polusi udara merupakan salah satu pemicu pneumonia atau radang paru.
"Polutan bukan cuma membahayakan paru anak-anak yang masih berkembang, tapi juga bisa melewati pembatas darah dan otak serta menyebabkan kerusakan permanen pada otak, dan tentunya masa depan mereka," kata Lake dalam pernyataannya.
Anak-anak dari kelompok ekonomi miskin paling merasakan dampak dari polusi udara.
UNICEF mengundang hampir 200 pemerintahan untuk bertemu di Moroko pada 7-18 November 2016 untuk membahas pemanasan global, membatasi penggunaan energi fosil demi peningkatan kualitas kesehatan dan memperlambat perubahan iklim.
Secara global, WHO memperkirakan polusi udara luar ruang membunuh 3,7 juta orang di tahun 2012, termasuk 127.000 anak berusia kurang dari 5 tahun.
Pabrik, pembangkit energi, dan kendaraan yang menggunakan energi fosil, debu, dan sisa bakaran, adalah sumber utama polusi udara.
Sementara itu polusi udara dalam ruang, biasanya disebabkan oleh penggunaan kayu bakar atau batu bara untuk memasak, telah menyebabkan kematian lebih banyak lagi, yaitu 4,3 juta orang dan 531.000 diantaranya anak-anak balita.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.