Bekam, Tradisi, dan Sains Modern

Kompas.com - 16/10/2016, 17:30 WIB

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Dengan langkah tertatih, Awit Miosi (32) menyambut Solihin Abu Ilyas, terapis bekam di rumahnya di Pondok Ranji, Tangerang Selatan, Banten, Selasa (30/8/2016). Seusai sekitar 2 jam terapi, rasa ngilu di kakinya akibat asam urat jauh berkurang.

Selama ini, ia berobat ke dokter dan mengonsumsi obat sintetis. Sebulan terakhir, Awit mencoba bekam. "Jika ke dokter, rasa nyeri di kaki memang hilang, tapi cepat kambuh," katanya.

Bekam merupakan metode pengobatan kuno. Dalam A Cup of History di cuppingtherapy.org yang dikelola Asosiasi Terapi Bekam Internasional (ICTA) disebut, bekam tertera di tulisan hieroglif Mesir sejak 3.500 tahun silam. Di Tiongkok, ahli herbal Ge Hong yang hidup pada tahun 281-341 membekam memakai tanduk hewan.

Namun, asal mula bekam masih kabur. Perkembangan bekam di Afrika, Eropa, Timur Tengah, hingga Asia Timur diduga seiring migrasi manusia. Di Indonesia, bekam dikenal dengan cantuk di Jawa, kop atau kopan (Sunda), tangkik atau batangkik (Sumbawa), dan sanggrah (Betawi).

Prinsip pembekaman adalah mengeluarkan darah kotor yang mengandung racun dari dalam tubuh melalui pelukaan kulit. Proses menggunakan gelas bekam (kop) itu biasanya didahului pemvakuman kulit (bekam kering) dan diikuti pengeluaran darah dari tubuh (bekam basah).

Maraknya bekam beberapa tahun terakhir di Indonesia tak lepas dari keinginan sebagian umat Islam mempraktikkan metode pengobatan zaman Nabi Muhammad atau thibbun nabawi. Pengembangan bekam oleh para ahli kedokteran Muslim menjadikannya termaju di Baghdad, Irak, abad ke-10.

Di Eropa, abad ke-18, bekam memakai lintah. Namun, di akhir abad ke-19, itu dilarang. Dokter masa itu menilai pasien yang dibekam jadi lemah dan mudah terinfeksi akibat alat tidak steril.

Nyatanya, bekam tidak sepenuhnya ditinggalkan Barat. Di Olimpiade Rio 2016, perenang AS, Michael Phelps, dan atlet senam AS, Alex Naddour, menunjukkan lingkaran-lingkaran merah bekas bekam di tubuhnya. Bekam diklaim meningkatkan fleksibilitas dan rentang gerakan, serta memulihkan fungsi otot.

Banyak teknik pemulihan stamina: pijat olahraga, mandi es, sauna, hingga baju kompresi. "Bekam banyak membantu mengurangi rasa sakit sehingga lebih ekonomis," kata Naddour, dikutip USA Today, 9 Agustus 2016.

Sejumlah selebritas dunia, seperti diwartakan BBC, 9 Agustus 2016, juga percaya diri menunjukkan bekas bekam, antara lain Gwyneth Paltrow, Justin Bieber, dan Victoria Beckham.

Pro dan kontra

Selain menambah kebugaran, bekam diklaim mengatasi nyeri, masalah otot, insomnia, asam urat, gangguan kesuburan, tekanan darah, hingga irama jantung. Profesor Emeritus dari Departemen Pengobatan Komplementer Universitas Exeter, Inggris, Edzard Ernst, mengatakan, praktik bekam aman. Namun, klaimnya belum ada uji klinisnya.

Menurut farmakolog Universitas College London, David Colquhoun, menarik sedikit kulit dalam pembekaman tak akan berpengaruh apa pun pada otot.

Seperti tertulis dalam Panduan Pengajaran Bekam, Asosiasi Bekam Indonesia, 2012, manfaat bekam memang lebih banyak di kalangan medis Timur Tengah. Studi itu jarang dipublikasikan di jurnal-jurnal kedokteran Barat.

Penelitian Saad A Al Saedi dari Universitas King Abdulaziz, Jeddah, Arab Saudi, berjudul Molecular Aspects of Cupping Therapy: Relationship to Immune Functions in Patients with Chronic HCV Infection, 2005, menyebut, bekam berulang meningkatkan respons daya tahan tubuh dan menurunkan kemampuan replikasi virus dalam darah pasien hepatitis C kronik.

Manfaat bagi daya tahan tubuh juga dikatakan dokter spesialis kedokteran fisik dan rehabilitasi di RS Hermina Jatinegara, Jakarta, Ida Narulita Dewi. "Kalangan medis membuktikan bekam meningkatkan sebagian respons imunitas tubuh hingga meningkatkan kekebalan tubuh melawan gangguan tubuh," ujarnya.

Bekam juga menurunkan tekanan darah dan kolesterol jahat pada penderita obesitas. Pengeluaran darah itu juga akan mengurangi kadar zat besi dalam darah hingga mengurangi risiko jantung dan pembuluh darah.

Namun, seperti ditulis Ida dalam Manfaat Terapi Bekam Menurut Perspektif Medis dan Non Medis, 2014, racun dalam darah tak bisa dibuang hanya dengan mengeluarkan sedikit darah seperti saat berbekam. Pengeluaran racun, secara alamiah, dilakukan ginjal dan hati melalui urine.

Berkembang

Meski ada pertentangan manfaat, memahami bekam melalui ilmu kedokteran modern terus dilakukan. Dokter dan tenaga kesehatan lain mulai mempelajari.

Bahkan, beberapa kajian dokter itu, kini jadi rujukan terapis bekam, seperti dokter Wadda' A Umar dari Lamongan, penulis buku Sembuh dengan Satu Titik, atau Achmad Ali Ridho di Semarang, penulis Bekam Sinergi.

Metode bekam masa kini pun lebih kaya. Tak hanya mengandalkan ilmu dan metode yang diwariskan terapis bekam masa lalu, tetapi juga memadukannya dengan ilmu kedokteran modern serta kedokteran tradisional Tiongkok. Meski begitu, upaya uji klinik bekam yang selalu dituntut dalam ilmu kedokteran modern untuk pelayanan berbasis bukti, harus terus didorong dilakukan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Video Pilihan Video Lainnya >

komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau