Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Risiko Bisa Diabaikan, Penggunaan Wolbachia untuk Atasi DBD Bisa Dikembangkan

Kompas.com - 02/09/2016, 19:56 WIB
Yunanto Wiji Utomo

Penulis

KOMPAS.com - Pendekatan penanggulangan demam berdarah dengue (DBD) dengan menggunakan bakteri Wolbachia layak untuk terus dikembangkan.

Analisis risiko yang dilakukan oleh tim independen yang terdiri dari 25 ilmuwan mengungkap, risiko penggunaan bakterio Wolbachia untuk mengatasi dengue bisa diabaikan.

Risiko bisa diabaikan bukan berarti tak ada samna sekali pada masa depan tetapi paling tidak risiko tersebut tidak ada berdasarkan pengetahuan para ilmuwan saat ini.

Damayanti Buchori, profesor ilmu serangga dari Institut Pertanian Bogor (IPB), bersama pakar lain mengembangkan skenario yang mungkin terjadi ketika bakteri Wolbachia digunakan.

Skenario tersebut mempertimbangkan dampak lingkungan, kesehatan masyarakat, sosial dan budaya, serta aspek pengendalian vektor.

"Ada 53 faktor yang kita lihat. Kita dapatkan kesimpulan, dari sisi ekologi, vektor, dan kesehatan masyarakat, risikonya bisa diabaikan. Dari sisi sosial, risikonya rendah," ungkap Damayanti.

Salah satu yang mendasari kesimpulan "risiko bisa diabaikan" adalah kenyataan bahwa 60 persen serangga di Bumi secara alami mengandung Wolbachia.

"Jadi Wolbachia ini bukan introduksi baru," jelas Damayanti dalam konferensi pers di gedung Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Jumat (2/9/2016).

Untuk mengatasi DBD, nyamuk Aedes aegypti yang menjadi vektor virus dengue "diinfeksi" dengan Wolbachia.

Wolbachia dalam tubuh nyamuk akan menghambat masuknya virus dengue ke tubuh manusia sehingga bisa menanggulangi DBD.

Dalam prakteknya, nyamuk dengan Wolbachia tidak akan bisa kawin dengan nyamuk yang tidak ber-Wolbachia karena tidak kompatibel sehingga tidak akan mengganggu lingkungan.

Wolbachia sendiri sudah diaplikasikan untuk beragam masalah. Di China, Wolbachia dipakai untuk pengendalian hama wereng coklat dan terbukti aman.

Adi Utarini, peneliti Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada (UGM) yang mengembangkan pemakaian Wolbachia di Indonesia mengatakan, hasil analisis risiko menunjukkan bahwa langkah penelitian bisa terus dilanjutkan.

"Hasil analisis menjadi dasar untuk melakukan langkah selanjutnya, peletakan telur nyamuk ber-Wolbachia di Yogyakarta. Kami sudah lakukan dua hari lalu," jelasnya.

Langkah penelitian lanjutan itu dilakukan untuk menjawab pertanyaan tentang efektivitas nyamuk ber-Wolbachia dalam menekan DBD.

Penelitian sudah dilakukan sejak tahun 2011. Pada dua tahun pertama, penelitian difokuskan pada introduksi nyamuk. Tahap kedua yang fokus pada kemampuan kawin nyamuk ber-Wolbachia dan tidak.

Utarini mengatakan, penggunaan Wolbachia untuk penanggulangan DBD berkelanjutan (sustainable). Itu terbukti pada riset tahap satu dan dua yang dilakukan.

Riset di empat desa di Bantul dan Sleman dengan 12 kali peletakan telur mengungkap, populasi nyamuk dengan Wolbachia tetap tinggi di habitat.

"Jadi cukup sekali intervensi akan bisa membantu menanggulangi," kata Utarini. "Nah, apakah akan benar-benar efektif, kami akan menjawab pada tahun 2019 setelah riset tahap ketiga ini dilakukan."

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com