KOMPAS.com - Sepi dan jauh dari riuh pengunjung menjadi gambaran museum di Indonesia. Agak miris mengingat di tempat itulah kita bisa mengenal sejarah serta pengetahuan lain tentang Nusantara.
Untung saja saat ini kepedulian akan museum perlahan mulai tumbuh di ruang-ruang informal, salah satunya melalui komunitas Night at the Museum.
Komunitas yang berdiri 17 Maret 2012 lalu ini merupakan komunitas yang mengenalkan museum serta cagar budaya di daerah Yogyakarta dan sekitarnya melalui cara yang lebih menarik.
Bukan hanya sekedar membaca papan informasi mengenai koleksi museum saja. Pengunjung juga diajak untuk mengulik cerita unik yang mungkin belum banyak diketahui oleh kebanyakan orang.
Misalnya saja saat bercerita mengenai koleksi Islam di Museum Sonobudoyo, ada cerita menarik mengenai papan dakon yang dahulu hanya terdiri dari 5 lubang yang merupakan representasi dari 5 rukun Islam.
Riset yang kuat untuk mendapatkan cerita menarik memang menjadi kunci utama bagi komunitas ini. Beberapa kali mereka juga mencari tahu cerita yang tak banyak terungkap melalui folklore yang ada di masyarakat.
"Kita mendekatkan museum dengan cara-cara seperti itu. Selama ini Pengunjung hanya melihat koleksi di museum tanpa tahu cerita-cerita dibalik koleksi tersebut," kata Erwin Djunaedi, Ketua Komunitas Night at the Museum.
Begitu juga saat mengajak anak-anak dalam kegiatan Kids in Museum. Berbagai program seperti permainan yang disesuaikan dengan tema juga turut dipersiapkan.
Kala kunjungan di museum Sandi beberapa waktu lalu misalnya. Untuk mengenalkan apa dan bagaimana Lembaga Sandi Negara anak-anak diajak bermain ala detektif terlebih dahulu.
"Berkunjung ke museum merupakan sarana mengenal sejarah di luar sekolah. Lebih efektif juga karena sambil mendengarkan mereka bisa sekaligus berimajinasi melalui koleksi di museum," jelas Erwin.
Setiap bulan komunitas ini setidaknya menggelar 2-3 acara rutin, Night at the Museum, Kids in Museum serta Kelas Heritage.
Menariknya, hampir setiap kegiatan mereka berhasil menyedot perhatian masyarakat. Hampir setiap kali komunitas ini mengadakan kegiatan selalu memenuhi kuota. Beberapa peserta bahkan rela masuk daftar waiting list.
"Kebanyakan dari peserta justru anak muda," ungkap Erwin.
Komunitas ini memang getol menggunakan jejaring sosial macam Twitter dan Instagram untuk mempromosikan kegiatan mereka.
Cara inilah yang saat ini dianggap paling efektif untuk merangkul generasi muda.
Melalui jejaring sosial ini juga, mereka kerap menyelipkan informasi museum di seluruh Indonesia.
Erwin mengungkapkan jika museum di indonesia kaya akan pengetahuan hanya saja branding sebagai sumber ilmu yang menarik dikunjungi masih kurang.
"Museum lebih terlihat sebagai tempat menyimpan benda-benda bersejarah saja," katanya.
Jika ingin merangkul banyak kalangan, khususnya anak muda, beberapa fasilitas yang mendukung tentunya perlu dipersiapkan. Misalnya saja fasilitas wifi, perpustakaan dan juga edukator yang akan memberikan penjelasan kepada pengunjung. Dengan begitu orang tak akan sungkan dan datang ke museum tanpa paksaan.
"Museum juga harus menyesuaikan zaman sehingga tak ada lagi image museum adalah tempat yang sepi. Tapi berkunjung ke museum itu sesuatu yang keren," tutur Erwin.