Bimasakti Hampir Hilang dari Pandangan Mata, Saatnya Memerangi Polusi Cahaya

Kompas.com - 03/08/2016, 21:19 WIB
Yunanto Wiji Utomo

Penulis

 

KOMPAS.com - Di tengah pesatnya perkembangan kota, bukan hanya kerlip kunang-kunang yang makin sulit dilihat, tetapi juga galaksi Bimasakti.

Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), Thomas Djamaluddin, mengatakan, Bimasakti kini sudah semakin hilang dari pandangan mata.

"Sekarang sepertiga penduduk Bumi sudah tidak bisa melihat Bimasakti," ungkapnya ketika dihubungi Kompas.com, Rabu (3/8/2016).

Thomas mengutip studi oleh Fabio Falchi dari Light Pollution Science and Technology Institute di Italia yang dipublikasikan di jurnal Science Advances pada Januari 2016 lalu.

Semakin hilangnya Bimasakti dari pandangan mata disebabkan oleh polusi cahaya. Wilayah kota menjadi terlalu benderang, lebih dari kebutuhannya.

Meski tak separah kota-kota sebesar Tokyo atau New York, polusi cahaya di kota-kota Indonesia juga telah mengganggu.

"Dahulu di Bandung saya dengan mudah melihat rasi Cygnus, sekarang sudah sangat sulit untuk melihatnya," jelas Thomas.

"Di Observatorium Bosscha di Bandung, dulu masih bisa melakukan penelitian pada obyek-obyek redup, sekarang sudah tidak bisa," imbuhnya.

Thomas mengungkapkan, polusi cahaya harus dikurangi seperti polusi-polusi lainnya atau manusia akan semakin membebani lingkungan dan memutus hubungan manusia dengan alam semesta.

Akutnya polusi cahaya berarti penggunaan lampu semakin banyak. Itu berarti energi yang dibutuhkan semakin besar.

Sementara itu, langit gelap selama berabad-abad telah mendukung penemuan bintang, planet, dan benda langit lainnya.

Membiarkan perkembangan kota berikut polusi cahaya yang tak terkendali membuat peluang untuk menemukan benda-benda langit baru akan makin kecil.

Itu berarti, manusia telah mengurangi peluang menemukan dunia baru yang bisa dihuni pada masa depan dan mungkin peradaban lain yang berada jauh dari Bumi.

"Memerangi polusi cahaya bukan berarti tidak boleh menggunakan lampu sama sekali, tetapi menggunakannya untuk penerangan secukupnya, tidak perlu membuat kota bermandikan cahaya," kata Thomas.

Thomas juga mengungkapkan, perlu dikembangkan cara agar cahaya lampu tidak menyebar ke langit. Misalnya, dengan menggunakan tudung.

Mengajak publik memerangi polusi cahaya, LAPAN mengampanyekan "Malam Langit Gelap", gerakan mematikan lampu pada pukul 20.00 - 21.00  pada 6 Agustus 2016 mendatang.

Sejumlah obyek langit akan terlihat lebih jelas bila seisi kota kompak mendukung gerakan itu. Warga Indonesia bisa melihat rasi Angsa hingga bintang raksasa merah Antares.


 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Video Pilihan Video Lainnya >

komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau