Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kanker Ada sejak 1,7 Juta Tahun Lalu, Ilmuwan Membuktikannya

Kompas.com - 01/08/2016, 12:26 WIB

KOMPAS.com – Selama ini banyak orang menyangka bahwa kanker adalah penyakit modern, menghubungkannya dengan pola hidup yang tidak sehat semata.

Riset mendobrak pemahaman tersebut. Baru-baru ini, sebuah penelitian yang dilakukan oleh ilmuwan dari University of The Witwatersrand, Afrika Selatan, membuktikan bahwa penyakit kanker sudah ada sejak 1,7 juta tahun lalu.

Tim peneliti itu menemukan indikasi penyakit kanker pada nenek moyang manusia. Menggunakan teknologi pencitraan 3-D, mereka mendiagnosa tipe kanker yang disebut osteosarcoma pada fosil tulang kaki moyang manusia yang tinggal di gua Swartkrans, Afrika Selatan, sekitar 1,7 juta tahun yang lalu.

Penelitian pada fosil tulang kaki kiri yang diyakini sebagai tulang manusia purba itu dilakukan dengan metode yang disebut pencitraan mikro-CT.

Tim ilmuwan mempelajari gambar 2-D dan 3-D dari sisi dalam fosil tulang itu. Mereka menemukan pertumbuhan tidak normal pada jaringan tulang fosil. Ilmuwan menyimpulkan, fosil itu mengalamio osteosarcoma atau kanker yang ada di tulang.

“Kami membandingkannya dengan osteosarcoma yang ada pada manusia zaman sekarang dan keduanya terlihat identik,” ujar Edward Odes, wakil dari tim peneliti itu seperti dikutip dari National Geographic, Kamis (28/7/2016).

Tak hanya meneliti tulang kaki kiri itu, sebagai bukti lain tim peneliti juga menganalisa fosil yang lebih tua yaitu sebuah kerangka tulang Australopithecus sediba yang ditemukan di sebuah situs bernama Malapa, tak jauh dari gua Swartkrans.

Fosil tersebut diperkirakan beruisa sekitar 1,9 juta tahun. Mereka menemukan tumor jinak pada tulang belakang fosil itu.

“Sebuah tumor adalah petumbuhan baru dimana Anda memiliki skala jinak hingga ganas untuk itu. Untuk kategori jinak, ada beberapa mekanisme yang tetap membuat tumor itu tetap demikian atau mereka bias juga mencapai ukuran tertentu. Sedangkan untuk kanker adalah sebuah hasil atau perpanjangan dari proses pertumbuhan yang sama namun tanpa sebuah mekanisme kontrol,” ungkap Patrick S. Randolph, salah seorang dari tim ilmuwan itu.

Sebagai perbandingan, sebelum penemuan ini, telah ditemukan kemungkinan adanya tumor pada manusia yang hidup sekitar 102.000 tahun lalu. Ini berarti penemuan ini membuat perbedaan besar dalam penelitian pada kanker.

Hasil penelitian yang baru saja dipublikasikan di South African Journal of Science ini mengungkapkan bahwa gaya hidup masa kini bisa saja meningkatkan resiko penyakit kanker, tetapi kanker telah tertenam dalam tahap evolusi manusia pada masa lalu.

Tim peneliti melihat penemuan ini sebagai hal penting dan pengingat bahwa kanker adalah sebuah target yang bergerak sejak jutaan tahun lalu.

“Anda boleh saja melaksanakan diet atau menciptakan lingkungan yang paling bersih untuk Anda tinggali, tetapi penemuan ini membuktikan bahwa penyakit ini adalah penyakit kuno, telah ada sejak jutaan tahun lalu dan ada di antara kita tak peduli apa yang kalian lakukan untuk diri kalian,” kata Odes.

Menariknya, dari penemuan itu, Odes dan timnya memunculkan pertanyaan baru untuk meneliti penyakit kanker lebih lanjut.

“Pasti ada penyebab lain dari kanker selain yang selama ini kita ketahui. Kami belum tahu apakah itu. Kami tahu adanya mekanisme pada tumor dan kanker. Pertanyaannya, bagaimana kita bisa menggunakan mekanisme itu untuk meneliti evolusi kanker dari zaman kuno hingga masa kini?” ujarnya. (Yulianus Febriarko)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com