KOMPAS.com - Saat ini lebih banyak orang mengetahui tempurung kura-kura berfungsi sebagai pelindung. Namun jauh sebelum itu, kura-kura purba menggunakan tempurungnya untuk alasan yang berbeda.
Peneliti melihat sisa-sisa dari 47 kura-kura proto purba (Eunotosaurus africanus), jenis reptil purba yang memiliki tempurung sebagian. Mereka menemukan bahwa hewan tersebut memiliki tulang rusuk yang lebih lebar.
Analisis kemudian mengungkap bahwa kura-kura purba dulunya menggunakan tempurung untuk menggali liang dan seiring proses evolusi fungsinya berubah menjadi perisai perlindungan.
"Mengapa tempurung kura-kura berkembang, itu pertanyaan serius dan jawabannya jelas, untuk perlindungan," kata Tyler Lyson, Kurator Paleontologi Vertebrata di Museum Alam dan Ilmu Pengetahuan Denver kepada Livescience, Senin (18/7/2016)
"(Namun awalnya) tempurung kura-kura tidak untuk perlindungan tapi untuk menggali tanah. Mereka melakukannya untuk melarikan diri dari lingkungan yang tidak bersahabat di Afrika Selatan, tempat dimana mereka tinggal," tambahnya.
Sejarah evolusi tempurung kura-kura itu sejak dulu memang membingungkan para peneliti. Hal ini karena minimnya fosil yang ditemukan.
"Kami tahu dari catatan fosil dan mengamati bagaimana tempurung kura-kura modern berkembang di dan salah satu perubahan besarnya adalah tulang rusuk yang makin melebar," kata Lyson.
Ilmuwan menduga bahwa tempurung kura-kura merupakan modifikasi dari tulang rusuk. Tulang rusuk itu melebar dan menjelma menjadi tempurung.
Namun demikian, ada keraguan. Tulang rusuk yang lebar ternyata tidak membantu sebagai perlindungan. Justru, kura-kura menjadi terhambat aktivitasnya.
Tulang rusuk digunakan untuk membantu tubuh selama bergerak dan menyediakan ruang bagi paru-paru saat mengembang. Dengan tulang rusuk yang bertambah lebar justru akan membuat kesulitan saat bernapas dan gerakan hewan makin lambat.
Teka teki mengenai evolusi tempurung ini bisa terpecahkan berkat bantuan bocah berumur 8 tahun yang menemukan fosil berusia 260 juta tahun di Afrika Selatan.
Bocah bernama Kobus Snyman itu menemukan fosil kura-kura proto sepanjang 15 cm di ladang ayahnya. Ia lantas membawa penemuan fosil itu ke Museum Fransie Pienaar, sebuah museum lokal di Afrika Selatan.
Peneliti mengatakan, tempurung kura-kura memang berkembang dari tulang rusuk. Penggunaan tempurung untuk menggali membuat kura-kura bisa terhindar dari kepunahan periode Permian-Triassic sekitar 252 juta tahun yang lalu.
Selanjutnya, kura-kura purba butuh waktu sekitar 50 juta tahun untuk melebarkan tulang rusuknya dan membentuk tempurung secara penuh. Studi ini dipublikasikan di jurnal Current Biology pada Kamis (14/7/2016).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.