Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Matinya Gajah Yani dan Ironi Kebun Binatang

Kompas.com - 13/05/2016, 16:09 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorYunanto Wiji Utomo

Gajah bernama Yani di Kebun Binatang Bandung mati setelah sakit dan dibiarkan sekarat selama dua hari. Ironis karena gajah berusia 40 tahun itu tak mendapatkan perawatan yang layak.

Sudah setahun pihak pengelola kebun binatang membekukan bagian kesehatan. Tidak ada satu pun dokter hewan di kebun binatang tersebut sehingga pemantauan kesehatan satwa yang ada di dalamnya tidak dilakukan.

Matinya Yani seharusnya menjadi momentum untuk melihat kembali fungsi kebun binatang selama ini. Kebun binatang sebagai bagian dari upaya konservasi seharusnya lebih dikedepankan ketimbang sebagai tujuan wisata.

Umumnya masyarakat melihat kebun binatang adalah destinasi wisata. Pandangan tersebut tidaklah salah. Salah satu fungsi kebun binatang memang sebagai wahana rekreasi bagi masyarakat. Untuk menjaga kelangsungan operasional, dana dari masyarakat yang berkunjung ke kebun binatang bisa menjadi solusi.

Namun, sebenarnya fungsi utama kebun binatang adalah sebagai bagian dari program konservasi. Kebun binatang menjadi tempat yang cocok untuk mengembangbiakkan satwa-satwa langka yang sudah terganggu habitatnya.

Ex situ

Dalam upaya pelestarian satwa, sebenarnya strategi terbaik adalah dengan melindungi populasi di habitat aslinya atau biasa disebut konservasi in situ. Kemampuan makhluk hidup beradaptasi lebih mudah secara alami.

Namun, dalam buku Melestarikan Alam Indonesia, pakar konservasi, Jatna Supriyatna, menyebut pelestarian secara in situ menjadi tidak cocok untuk spesies-spesies yang langka dan terancam punah, apalagi kalau populasinya di alam sudah sangat kecil dan hanya ditemukan individu-individu di luar habitatnya.

Jalan terakhir untuk menyelamatkannya dari ancaman kepunahan adalah dengan memelihara individu-individu tersebut dalam lingkungan buatan yang diawasi manusia atau secara ex situ. Kebun binatang salah satu bentuknya.

Di lingkungan yang terkontrol dan dibuat semirip mungkin dengan lingkungan aslinya, diharapkan spesies-spesies tersebut bisa hidup layak.

Bahkan, di beberapa lokasi, kebun binatang tidak hanya sebagai tempat pemeliharaan yang memperpanjang peluang hidup spesies-spesies langka tersebut, tetapi juga menjadi pusat penelitian dan penangkaran.

Pengembangbiakan tidak hanya memperbanyak populasi, tetapi juga memperbesar peluang untuk mengembalikan spesies-spesies tersebut ke alam atau dilepasliarkan.

Jaringan kerja sama antara kebun binatang yang satu dan lainnya juga menjadi solusi dalam proses pengembangbiakan ini.

Individu-individu yang sehat baik jantan maupun betina saling ditukarkan agar berpasang-pasangan sehingga harapan melakukan proses perkawinan tinggi.

Pertukaran satwa juga menjadi strategi untuk mengendalikan populasi di kebun binatang jika sudah berlebih serta penyebaran populasi.

Namun, boro-boro berkembang biak, dalam beberapa kasus, kesehatan satwa di kebun binatang saja tidak diperhatikan. Kasus kematian ratusan satwa di Kebun Binatang Surabaya dan terakhir gajah di Kebun Binatang Bandung adalah akibat hal tersebut.

Kisah pilu kematian gajah Yani kontras dengan kenyataan bahwa Kebun Binatang Bandung adalah salah satu destinasi wisata favorit di Bandung saat ini. Jika hari libur, jalanan di sekitarnya macet. Area parkir mobil penuh, bahkan hingga meluber ke jalanan.

Hal itu masuk akal karena selain lokasinya yang mudah dijangkau karena terletak di tengah Kota Bandung, tiket masuk ke Kebun Binatang Bandung pun relatif murah hanya Rp 25.000 per orang.

AP PHOTO Petugas memberi makan harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae) betina bernama Melani berusia 15 tahun kini sedang sakit dan dan didiagnosis mengalami gangguan pencernaan di Kebun Binatang Surabaya, Rabu (15/4/2013). Harimau ini kurus dan dalam kondisi kritis.
Salah kelola

Situasi yang terjadi saat ini di Kebun Binatang Bandung dan sebelumnya juga terjadi di Kebun Binatang Surabaya akibat salah kelola.

Animal welfare yang seharusnya menjadi syarat mutlak pengelolaan sebuah kebun binatang terabaikan.

Kemungkinannya bisa karena dua hal. Pertama, karena memang pendapatan yang diperoleh pengelola kurang untuk memenuhi kebutuhan operasional karena berbagai hal, misalnya jumlah satwa yang membengkak.

Jika masalahnya pendapatan yang kurang, menaikkan harga tiket bisa menjadi pilihan. Bagi pengunjung yang hanya berniat ke kebun binatang sekali saja, harga tiket bukan menjadi hambatan selama masih terjangkau.

Ketika wahana rekreasi lainnya sudah menetapkan harga tiket hingga ratusan ribu rupiah untuk menikmati keasrian kebun binatang, seharusnya harga tiket yang sepadan bisa diterapkan.

Dengan menaikkan harga tiket, hal itu juga bisa sekaligus mengontrol jumlah pengunjung ke kebun binatang. Hewan juga bisa stres lho kalau dikerubungi banyak orang.

Pemasukan untuk program konservasi kebun binatang juga bisa dilakukan lewat donasi. Di luar negeri, hal ini sudah menjadi kelaziman. Masyarakat yang mendukung konservasi secara sukarela membantu program pelestarian satwa tertentu.

Kedua, salah kelola mungkin karena mis-manajemen sehingga distribusi pendapatan tidak tepat sasaran, misalnya pengelola lebih mengutamakan pembangunan infrastruktur pendukung ketimbang pemeliharaan satwa.

Ini yang tidak boleh terjadi. Sebagus apa pun infrastruktur di kebun binatang, hal itu akan sia-sia jika satwa-satwa di dalamnya yang menjadi daya tarik pengunjung tidak menarik.

Bisa Anda bayangkan ketika berkunjung ke kebun binatang bersama keluarga, anak-anak, untuk menikmati tingkah aneka satwa, ternyata satwa-satwa itu kelaparan, sakit, dan terancam punah.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com