Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gerhana Matahari Total dan Paranoia Penguasa Orba

Kompas.com - 01/03/2016, 19:16 WIB
Sabrina Asril

Penulis

KOMPAS.com — "Hari itu semua gelap, kita ngumpet di kolong meja dalam rumah," kenang Asty, warga asli Cilacap, Jawa Tengah, menceritakan peristiwa gerhana matahari total pada 11 Juni 1983.
 
Tak ada memori indah yang bisa diceritakan Asty tentang fenomena alam yang baru akan terjadi lagi di Jawa pada tahun 2100 itu. Sungguh sayang. Padahal, Jawa kala itu menjadi lokasi terbaik pengamatan gerhana.

Para peneliti dari berbagai negara berbondong-bondong datang ke Indonesia hanya untuk menyaksikan fenomena menakjubkan itu. Akan tetapi, bagi Asty dan mungkin banyak masyarakat Indonesia lainnya, gerhana matahari total pada 33 tahun silam hanya meninggalkan kenangan menakutkan.

Pemerintah Orde Baru saat itu gencar melarang warga melihat langsung gerhana matahari total.

Pemerintah berdalih, melihat gerhana matahari tidak atau dengan menggunakan alat bantu sekalipun rawan menyebabkan kebutaan.

Presiden Soeharto menginstruksikan Menteri Penerangan Harmoko untuk terus-menerus memberikan penjelasan kepada masyarakat soal bahaya kebutaan saat gerhana matahari total terjadi.

Daerah yang menjadi lintas gerhana matahari total pada tahun 1983 meliputi sebagian Pulau Jawa, Sulawesi Selatan dan Tenggara, Kepulauan Banda, Kei, dan Aru, serta daerah selatan Irian Jaya.

Dalam cara pandang Soeharto kala itu, ada 40 juta jiwa penduduk yang ada di wilayah itu menjadi prioritas untuk "diselamatkan" dari ancaman kebutaan.

Instruksi pukul kentongan

Persiapan untuk menyongsong peristiwa besar gerhana matahari total sebenarnya sudah dilakukan sejak tahun 1981.

Namun, baru pada Februari 1983, pemerintah benar-benar mulai membuat aksi masif untuk mengampanyekan bahaya gerhana matahari total.

Pesan yang disampaikan seragam: gerhana matahari total berbahaya dan warga tak keluar dari rumah.

Kebutaan dikhawatirkan terjadi pada saat sinar matahari mulai muncul setelah kegelapan total.

Dikutip dari pemberitaan Kompas pada 16 Mei 1983, Presiden Soeharto mengeluarkan instruksi khusus untuk Menteri Penerangan Harmoko agar memberikan pemahaman kepada masyarakat akan bahaya itu.

Salah satu caranya adalah dengan membunyikan kentongan atau bunyi-bunyi lainnya pada saat gerhana untuk mengingatkan masyarakat agar tidak menatap matahari secara langsung.

Setelah instruksi disampaikan langsung Presiden, jajaran kementerian mulai bergerak. Mereka menyampaikan pesan mengenai bahaya gerhana matahari total melalui TVRI dan RRI serta mendatangi media-media massa lain.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com