Anda mungkin tahu bahwa tanggal tersebut menandai tahun kabisat. Anda mungkin juga tahu bahwa tanggal itu terjadi empat tahun sekali.
Namun, sejak kapan tanggal itu ada?
Munculnya tanggal 29 Februari berkaitan dengan perjalanan manusia memahami pergerakan benda-benda langit yang menjadi acuan serta waktu.
Peradaban Sumeria memiliki kalender yang sederhana. Setahun terdiri dari 360 hari dan tiap bulan terdiri atas 30 hari.
Sistem kalender Sumeria itu kemudian diadopsi oleh Mesir Kuno. Namun, kemudian Mesir Kuno sadar bahwa ada kesalahan dalam penanggalan Sumeria. Mereka lalu menambahkan lima hari dalam setahun sehingga setahun dalam kalender Mesir Kuno adalah 365 hari.
Selama ribuan tahun, manusia tak mengenal 29 Februari. Hingga kemudian, Kaisar Julius Caesar menemukan ada yang tak beres.
Dalam budaya Roma, tanggal 25 Desember diperingati sebagai perayaan Natal, saat kelahiran Dewa Matahari. Kala masa Julius, perayaan Natal berganti hingga tanggal 21 Desember.
Tanggal 25 Desember sendiri saat itu menandakan saat matahari berada pada titik paling selatan, 23,5 derajat Lintang Selatan, disebut equinox.
Pergeseran Natal sekaligus equinox itu menandakan adanya ketidaksinkronan penanggalan dengan pergerakan benda-benda langit yang sebenarnya. Kaisar Julius pun meminta astronom kerajaan, Sosigenes, untuk mengatasi hal itu.
Tahun 45 Masehi, Sosigenes mengusulkan penambahan satu hari pada bulan Februari.
"Sejak saat itu, ada tanggal 29 Februari," kata Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) Thomas Djamaluddin.
Tahun saat bulan Februari ditambah sehari disebut tahun kabisat. Dalam kalender yang disusun pada masa Julius, disebut kalender Julian, tahun kabisat terjadi setiap empat tahun sekali.
Semua berlangsung lancar hingga masa Kaisar Gregorius.
"Astronom kaisar mendapati bahwa waktu equinox sudah bergeser dari tanggal 21 Desember menjadi tanggal 10 Maret. Kaisar menghendaki equinox dikembalikan ke tanggal 21 Desember," kata Thomas kepada Kompas.com, Senin (29/2/2015).