Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mutu Manikam Incaran Pemburu Gerhana Matahari Total

Kompas.com - 10/02/2016, 15:58 WIB

Oleh M Zaid Wahyudi

KOMPAS.com - Selama proses gerhana matahari, sebelum dan sesudah fase total, penampakan cahaya matahari mengalami perubahan bentuk nan menawan. Itu jadi incaran pemburu gerhana, fotografer, dan ahli fisika Matahari. Selain langka, keindahannya juga kerap membuat pemburu lupa tugasnya.

Sejak fase gerhana matahari sebagian dimulai, saat piringan Bulan menyentuh piringan luar Matahari, bulatan cahaya matahari berubah perlahan jadi sabit. Makin lama, sabit matahari tampak kian tipis hingga terjadi gerhana matahari total.

Sabit matahari itu terulang lagi saat totalitas gerhana berakhir hingga fase gerhana matahari sebagian berakhir. Bedanya, arah sabit matahari sebelum dan sesudah fase total saling berlawanan arah. Karena Indonesia di khatulistiwa, bagian dalam sabit matahari sebelum totalitas gerhana menghadap bawah. Setelah fase total, sabit mengarah ke atas.

Proses perubahan sabit matahari sebelum dan sesudah fase total gerhana masing-masing butuh lebih dari 1 jam. "Untuk memotret sabit matahari sepanjang gerhana secara teratur, kamera harus bisa mengikuti gerak semu Matahari," kata peneliti Pusat Sains Antariksa Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional, Emanuel Sungging Mumpuni, Minggu (7/2/2016).

Saat fase sabit matahari sebelum totalitas hampir berakhir atau menjelang gerhana matahari total, muncul untaian manik mutiara cahaya matahari dari pinggir piringan Bulan yang menutupi piringan Matahari.

Manik-manik disebut Baily's beads itu terbentuk karena permukaan piringan Bulan tak rata, ada gunung dan kawah di permukaan. Sinar matahari yang menerobos kawah-kawah Bulan itu membentuk manik-manik cahaya matahari.

Saat untaian mutiara cahaya sesaat itu hampir berakhir dan cahaya matahari nyaris terhalang piringan Bulan, muncul cahaya dari bagian dalam korona (atmosfer paling atas Matahari). Cahaya korona mengelilingi piringan Bulan membentuk pola cahaya dinamai cincin berlian (diamond ring).

"Di bagian terakhir terbentuk sabit matahari ada pendaran cahaya korona yang mencelat sehingga efeknya seperti berlian bersinar," ujarnya.

Proses munculnya manik mutiara hingga cincin berlian itu beberapa detik jelang totalitas gerhana. Jadi, pemotret kedua efek cahaya itu biasanya fokus mengabadikannya karena sesaat sesudah itu muncul cahaya korona menakjubkan.

Mahkota

Setelah fase gerhana matahari total dimulai, suasana akan jadi gelap. Setelah sinar matahari hilang sementara waktu, tampak korona matahari nan redup. Dialah aktor utama paling dinanti selama gerhana.

Dinamakan korona, dalam bahasa Latin berarti 'mahkota', karena penampakan bagai mahkota cahaya selubungi piringan Bulan. Korona tampak saat gerhana matahari total karena kecerlangannya seperseratus ribu sampai sepersejuta dari langit.

Ahli fisika matahari yang juga Ketua Program Studi Magister dan Doktor Astronomi Institut Teknologi Bandung, Dhani Herdiwijaya, mengatakan, korona jadi misteri bagi peneliti. Meski redup dan jauh dari permukaan Matahari yang memancarkan cahaya atau fotosfer, suhu korona bisa jutaan derajat celsius. Padahal, suhu fotosfer hanya 5.500 derajat celsius.

"Api dari api unggun, makin jauh kian dingin. Namun, korona Matahari sebaliknya, makin jauh dari permukaan Matahari kian panas," ucapnya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com