Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hutan Indonesia Menyimpan Energi Masa Depan Dunia

Kompas.com - 04/12/2015, 22:54 WIB
Kontributor Bengkulu, Firmansyah

Penulis

PARIS, KOMPAS.com – Senior Advisor for Terresterial Policy, The Nature Conservancy, Wahjudi Wardoyo, mengungkapkan hutan tropis Indonesia menyimpan banyak potensi energi mikrobiologi yang sangat diperlukan dunia.

Energi mikrobiologi disebut sebagai generasi kedua dan ketiga sumber energi dunia. Energi mikrobiologi hanya dapat ditemukan di hutan hujan tropis dari keanekaragaman hayati.

“Itu karenanya hutan tropis dengan segala keanekaragaman hayatinya (biodiversity) sangat penting,” kata dia di sela-sela KTT Perubahan Iklim, COP 21, Paris, Prancis, Jumat (4/12/2015).

Ia menuturkan, keragaman hayati sangat penting bagi Indonesia karena tak bisa digantikan. Misalnya, karet alam Indonesia. Karet alam tak tergantikan karena daya lentingnya lebih bagus ketimbang karet sintetis.

“Tiga puluh persen pembuatan ban untuk truk-truk berkapasitas besar harus dari karet alam,” kata dia.

Mikroba

Keanekaragaman hayati Indonesia ini, menurut Wahjudi, tidak bisa dilepaskan dari peran mikroba. Menurut riset, di masa depan mikroba akan menjadi sumber pangan dunia.

Mikroba terbagi dalam tiga jenis besar yaitu bakteri, jamur bersel satu, dan virus.

Selama ini orang memahami mikroba sebagai sumber penyakit. Padahal, mikroba memiliki arti penting di bidang pangan, pertanian, dan energi.

“Ahli mikrobiologi Amerika memprediksi pada tahun 2050 penduduk bumi akan berjumlah 9,6 miliar. Jika cara kita melakukan intensifikasi pangan masih seperti sekarang, maka pada tahun 2050 dunia akan kekurangan pangan hingga 30 persen,” jelas dia.

Untuk mengatasi kekurangan pangan, dunia membutuhkan jasa baik mikroba.

“Bukan berarti mikrobanya kita makan, tapi mikroba yang meningkatkan makanan, apakah gandum, singkong, padi. Jadi, pupuknya dari mikroba yang direkayasa sedemikian rupa hingga menjadi makanan dari mikroba,” lanjutnya.
Energi Generasi Kedua dan Tiga

Selain diperlukan di bidang pangan mikroba juga diperlukan dibidang energi. Riset Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan Litbang Kehutanan menemukan mikroba yang mampu merubah biomassa padat menjadi bioetanol sehingga menjadi biofuel.

Penelitian LIPI menemukan sejenis jamur yang berada di dalam larva penggerek batang dan kayu di Provinsi Sulawesi Tenggara. Kayu di daerah ini sangat keras seperti kayu eboni dan kayu jati.

Kayu yang amat keras itu banyak sekali ditemukan dalam kondisi keropos. Jarang, ditemukan kayu dalam bentuk gelondongan utuh. Jamur di dalam perut larva  mampu menggerogoti kayu yang keras itu.

"Jamur itu dapat digunakan untuk mengubah selulose atau serat kayu, tissue, sampah, dengan cepat menjadikan bioetanol dan biodiesel. Ini merupakan sumber energi genasi kedua dan ketiga,” ujar dia. 

BARRY KUSUMA Menikmati suasana hutan serta alam yang masih terjaga di obyek wisata Tangkahan, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara.

Energi generasi pertama adalah palm oil dan minyak jarak. 

“Jika kita hanya mengandalkan generasi energi pertama kita akan ketinggalan. Nah, energi generasi kedua dan ketiga itu adanya di hutan tropis Indonesia karena punya keragaman luar biasa,” tutur dia. 

Ia menyesalkan pembalakan liar dan alih fungsi hutan yang banyak terjadi di Indonesia. 

Obat-obatan

Hutan Indonesia juga menyimpan potensi pengembangan obat-obatan. Sebanyak 80 persen obat dunia berasal dari flora dan fauna.

Menurut Wahjudi, obat-obatan sintetis tak mampu mengalahkan keampuhan obat-obatan alami. Menurut US Cancer Institute, sumber obat-obatan paling banyak ada di hutan hujan.

“Obat-obatan dari hutan hujan tropis mampu mengobati kanker, HIV dan penyakit mematikan lainnya. Ada 2.000 jenis keragaman hayati tropis mempunyai bio aktif atau peran untuk mengobati kanker dan HIV. Dari 2.000 jenis itu baru satu persen dari total potensi hutan Indonesia,” ujar dia.Hutan dan Karbon

Peran penting lain dari hutan pri primer dan skunder adalah mampu mengikat karbon lebih banyak.

Hutan sekunder mampu menahan karbon atau stok karbon antara 100 ton hingga 200 ton karbon per hektar.

Hutan primer mampu menyimpan karbon 200 hingga 300 ton karbon per hektar. Hutan primer tersebar di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Papua.

Sementara, hutan monokultur mampu menahan 50 ton karbon per hektar.

“Jadi, jangan melihat hutan dari ekonomi kayunya saja, namun lihatlah lebih jauh keanekaragaman hayatinya,” kata dia.

AFP PHOTO / ROMEO GACAD Petugas memeriksa kebakaran hutan gambut di Kabupaten Kapuas, Kalsel, saat inspeksi Presiden Joko Widodo, 24 September 2015.

Data Departemen Kehutanan 2013 masih ada banyak hutan Indonesia yang baik. Tercatat, masih ada hutan primer seluas 12,5 juta hektar di kawasan konservasi, hutan lindung 14,6 juta, hutan produksi terbatas (HPT) 10 juta, hutan produksi (HP) 4,5 juta, dan hutan produksi konservasi 2,9 juta. 

Terhadap rusaknya kondisi hutan di Indonesia, ia menyarankan agar pemerintah segera memperbaiki tata ruang dengan mempertimbangkan kajian lingkungan hidup strategis. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com