Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pertahankan Hutan dan Mangrove Enggano

Kompas.com - 17/11/2015, 19:10 WIB
KOMPAS.com - Tanpa hutan, Enggano akan menjadi pulau tak berair. Tanpa mangrove, Enggano bakal rentan terdampak abrasi dan kemungkinan besar rusak dihempas tsunami.

Topik hutan dan mangrove Enggano mengemuka pada pertemuan hari ke-2 "Simposium Enggano: Alam dan Manusianya" yang diadakan Lembaga Ilmu Pengetahuan (LIPI) pada Selasa (17/11/2015) di Bengkulu.

Kelestarian hutan dan magrove mengemuka sebab banyak program pemerintah daerah yang bukan mendorong kelestarian tetapi malah mempercepat kerusakan.

Ali Akbar dari Forum Pengurangan Risiko Bencana mengatakan, "Enggano saat ini bukan sedang dibangun tetapi justru sedang ditenggelamkan."

Gunggung Senoaji Posisi Enggano relatif terhadap Sumatera

Baru-baru ini pemerintah daerah menetapkan wilayah Malakoni, Enggano sebagai tujuan transmigrasi. Lahan yang dibuka untuk kawasan transmigrasi mencapai 100 hektar, diperuntukkan untuk 100 kepala keluarga.

Menurut Ali, program transmigrasi ke Enggano itu tak tepat. Tahun 2000, pemda sudah melakukan program transmigrasi ke desa Kaana dan gagal.

"Orang didatangkan dari Bengkulu, bahkan dari Jawa. Mereka datang dan hanya mengambil jatah hidup tetapi setelah itu tidak kembali lagi. Lahan akhirnya terbengkalai," kata Ali.

Yang menyedihkan, ada penambangan pasir yang dilakukan mendukung program transmigrasi. Penambangan itu merusak sejumlah area mangrove.

Kerusakan mangrove bila dibiarkan akan menjadi ancaman besar. "Kalau mangrove rusak, terumbu karang juga akan mati. Kalau sudah begitu, Enggano tidak akan punya pertahanan dari ancaman tsunami," jelas Ali.

Ary P Keim/LIPI Kebakaran hutan di wilayah Enggano

Gunggung Senoaji, pakar ekologi Enggano, menuturkan bahwa saat ini masyarakat sudah mengenal komoditas perkebunan yang berpotensi ekonomi serta mengenal teknik membakar lahan untuk membuka perkebunan.

LIPI saat berkunjung ke Enggano Oktober lalu menjumpai ratusan hektar lahan masyarakat terbakar. Kebakaran itu diduga disengaja.

Gunggung mengatakan, "Sekarang sawit sudah masuk ke Enggano."

Masuknya sawit berbahaya karena akan menguras air dan berpotensi mendorong masyarakat membuka hutan menjadi perkebunan.

Menurut Gunggung, perkebunan terbukti mengancam kelestarian hutan. Itu terbukti pada kasus Pulau Satu, pulau kecil di dekat Enggano.

"Di Pulau Satu, 2.000 hektar lahan sudah habis. Dulu dikembangkan untuk hortikultura. Tahun 2011-2012, saya cek sudah jadi karang. Saya sering katakan sekarang bahwa Pulau Satu sudah hilang," jelasnya.

Bila hutan Enggano sampai rusak, maka penduduk lokal dipastikan akan mengalami krisis air. "Sumber air di Enggano hanya dari resapan, tidak punya mata air," kata Gunggung.

Gunggung pernah melakukan perhitungan kemampuan Enggano menyediakan air berdasarkan total curah hujan dan serapan. Hasil riset mengungkap, total air yang bisa disediakan hanya 853.527 meter kubik per tahun.

Gunggung Senoaji Kapasitas penyediaan air di Enggano

Pembangunan Enggano memang penting dilakukan namun perlu melihat kebutuhan dan daya dukung lingkungannya.

Pembangunan memerlukan kajian yang tepat. Selain itu, pembangunan tak boleh merusak hutan dan mangrove yang terbukti bermanfaat.

Gunggung menambahkan, transmigrasi ke Enggano bisa dilakukan tetapi perlu memperhitungkan jumlah dan lokasi. Saat ini, kebijakan transmigrasi tidak punya dasar.

"Lokasi yang dipakai untuk transmigrasi sekarang itu daerah rawa. Kalau musim hujan akan terendam. Itu sama saja mematikan orang. Tidak akan bisa bertani di sana," kata Gunggung.

Daya tampung Pulau Enggano akan sangat tergantung pada tingkat kelayakan luas tanah per kelapa keluarga yang ditetapkan.;

Gunggung Senoaji Daya tampung Enggano menurut studi Gunggung Senoaji dari Universitas Bengkulu pada tahun 2006

Menurut studi Gunggung pada tahun 2006, apabila luas lahan per KK ditetapkan 1 hektar, maka Enggano bisa menampung 77.045 jiwa. Namun, bila luas lahan per KK ditetapkan 3 hektar, maka Enggano hanya bisa menampung 25.682 jiwa.

"Perlu ditetapkan dulu mana standar yang mau dipakai sebelum mendatangkan orang," kata Gunggung.

Ali menambahkan, pembangunan harus melibatkan masyarakat. "Jangan melihat masyarakat Enggano sebagai orang miskin, tertinggal, dan perlu diintervensi. Itu justru akan melemahkan mereka," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com