Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gubernur Bengkulu: Saya Haramkan Kebun Sawit di Enggano

Kompas.com - 16/11/2015, 11:28 WIB
KOMPAS.com - Gubernur Bengkulu, Junaidi Hamsyah, menyatakan komitmennya dalam pembangunan Enggano.

Pulau yang tak pernah bergabung dengan Sumatera sejak jutaan tahun lalu itu akan dibangun secara hijau.

"Saya tak ingin ada tambang apapun di Enggano," ungkapnya ketika membuka "Simposium Enggano 2015: Alam dan Manusianya" di Bengkulu, Senin (16/11/3015).

Sebelumnya, pernah ada praktik tambang pasir di Enggano. Namun Junaidi mengaku, pihaknya telah mencabut izin tambang pasir tersebut.

Selain menjamin tak ada praktik tambang, dalam konferensi yang diadakan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Pemerintah Daerah Bengkulu, dan Universitas Bengkulu itu, Junaidi menambahkan, "Diharamkan sawit di Enggano."

Menurutnya, Enggano punya lahan yang kecil. Sawit berpotensi merusak ekosistem dan mengganggu ketersediaan air.

Junaidi juga mengupayakan pemenuhan energi dengan energi terbarukan.

Wisata

Junaidi mengatakan, Enggano memiliki potensi kemaritiman dan wisata yang tinggi.

Karenanya, dia fokus untuk mengembangkan wisata sehingga bisa menggerakkan ekonomi lokal.

Tantangan wisata ke Enggano saat ini adalah waktu tempuh.

Waktu tempuh Jakarta - Enggano hanya 50 menit. Namun, Bengkulu - Enggano mencapai 12 jam.

Junaidi mendorong pengembangan penerbangan ke Enggano, menghubungkan Lampung, Bengkulu, dan Enggano.

"Kalau perlu disubsidi dahulu tidak masalah," katanya.

Dengan penerbangan, wisatawan yang sudah ada di Lampung bisa mampir sekaligus ke Enggano.

Junaidi mensyaratkan, pembangunan harus bisa dirasakan masyarakat. Pembangunan hotel dan penginapan misalnya, perlu dipastikan agar hasilnya dinikmati masyarakat.

"Silakan bangun hotel di Enggano tapi diatur pembagian manfaatnya," jelasnya.

Junaidi mengharapkan, 40 persen pendapatan bisa lari ke pemerintah daerah Enggano, tidak ke Kabupaten Bengkulu Utara.

Kaya

Hasil ekspedisi penelitian Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) ke Enggano tahun 2015 mengungkap, pulau seluas sekitar 4.000 kilometer persegi itu merupakan kawasan yang unik dan kaya.

Tidak pernah bersatu dengan Sumatera, Enggano menyimpan sejumlah spesies yang belum dikenal ilmu pengetahuan.

"Tadinya kita hanya targetkan penemuan 10 jenis baru. Tapi ternyata kita bisa ungkap ada 16 kandidat jenis baru," ungkap Deputi Ilmu Pengetahuan Hayati LIPI, Enny Sudarmonowati.

LIPI juga mengungkap ada 25 jenis endemik Enggano. Selain itu ada 7 catatan baru.

Salah satu catatan baru adalah ular tikus jenis Coelognathus enganensis. Ular itu sudah 80 tahun tak dijumpai.

LIPI juga mengungkap bahwa Enggano kaya bakteri jenis asam laktat. LIPI akan membantu masyarakat melakukan pengawetan makanan dengan bantuan bakteri asam laktat.

Kepala LIPI, Iskandar Zulkarnain, mengatakan, Enggano unik secara geologi. Batuan tertua dari Enggano berumur 5,3 juta tahun.

"Mungkin selama itu juga Enggano tidak bergabung dengan Sumatera," jelasnya.

Keunikan geologi memengaruhi biodiversitasnya.

Iskandar mengungkapkan, "Pembangunan Enggano harus berbasis keragaman hayati dan potensi lokal."

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com