Pesawat produksi kedua industri nasional ini telah selesai dirancang bangun pada awal November lalu.
"Saat ini kami menunggu peresmiannya oleh Presiden Joko Widodo," kata Direktur Teknologi dan Pengembangan PT Dirgantara Indonesia (PT DI) Andi Alisjahbana, di Bandung, Senin (9/11).
N-219 merupakan pesawat kedua buatan anak-anak Indonesia setelah N-250 yang diluncurkan pada 1997. Banyak lulusan sekolah menengah kejuruan, khususnya SMK Penerbangan, terlibat dalam produksinya. Kemarin, pesawat sudah siap di hanggar PT DI.
Pesawat yang diklaim memiliki keunggulan dibandingkan dengan pesawat setipe itu diharapkan dapat menggantikan pesawat perintis yang sudah tua dan tidak diproduksi lagi.
"Pesawat ini dikembangkan mulai dari nol. Perancangan, desain, produksi, sertifikasi, hingga pengembangan semua dilakukan ahli Indonesia," kata Andi.
Bentuk pesawat sama dengan model yang sudah beredar, hanya pewarnaan agak berbeda. Model baru didominasi warna putih, tulisan N-219 lebih besar di sisi samping, dan ada lambang bendera Merah Putih di ekor.
Dibandingkan dengan pesawat perintis kelas sama, C-212, pesawat N-219 lebih ramping.
Pesawat sanggup mendarat dan lepas landas di landas pacu sepanjang 600 meter, berupa tanah lembek ataupun rerumputan. Pesawat jauh lebih ringan karena tak memiliki pintu belakang (ramp-door) sehingga bisa mengangkut orang dan barang lebih banyak.
Teknologi yang dipakai jauh lebih unggul dibandingkan pesawat setipe karena menggunakan teknologi tahun 2000-an, bukan teknologi 1960-an. Bagian dalam pesawat lebih tinggi sehingga penumpang tak perlu merunduk.
"Pesawat N-219 didesain sesuai kondisi bandara perintis di Indonesia serta lingkungan di sekitarnya, seperti Papua yang dikelilingi pegunungan tinggi," tutur Andi.
Uji terbang perdana
Setelah diluncurkan, pesawat akan menjalani uji terbang pertama kali, tahun depan.
Selanjutnya, proses sertifikasi akan dilakukan Direktorat Kelaikan Udara dan Pengoperasian Pesawat Udara Kementerian Perhubungan. Pesawat diharapkan bisa dipasarkan pada 2017.
Meski prototipe pertama N-219 belum diluncurkan, kini PT DI membangun prototipe kedua. Kedua prototipe disiapkan agar pesawat segera memiliki sekitar 800 jam terbang.
Manajer Pengembangan Teknologi dan Produk Baru Divisi Pusat Teknologi PT DI Palmana Banandhi menambahkan, pesawat N-219 ialah media alih kompetensi dan alih generasi dari perekayasa senior yang turut mengembangkan N-250 ke perekayasa muda.
Para perekayasa senior sebentar lagi akan pensiun. Karena itu, keterlibatan perekayasa muda dalam pembuatan N-219 amat besar.
"Tantangan terbesar pembuatan N-219 ialah kita harus memulai perancangan pesawat mulai dari nol," ujarnya.
Bagi perekayasa muda, pembuatan N-219 jadi tantangan baru. Namun, bagi perekayasa senior, mereka harus menggali lagi pengetahuan tentang pembuatan pesawat akibat vakumnya pembuatan produk baru di PT DI pada 1997-2014.
Pembuatan N-219 juga menjadi ajang pembinaan dan pengembangan industri kecil yang memasok berbagai komponen.
Pada tahap awal, N-219 diharapkan memiliki kandungan komponen lokal 40-60 persen. Artinya, pengembangan N-219 sebagai produk teknologi tinggi juga menggerakkan ekonomi pengusaha kecil dan masyarakat sekitar.
Palmana berharap pemerintah memiliki kebijakan yang konsisten dalam pengembangan industri pesawat. Tanpa dukungan pendanaan dari pemerintah, industri kesulitan mengembangkan produk-produk dirgantara baru yang berdaya saing global.
Terlebih lagi, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2019 telah mengamanatkan pemerintah untuk memberdayakan industri dan mengembangkan teknologi penerbangan. (SEM/MZW/YUN)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.