Namun, tak seperti pemadam kebakaran pada umumnya, pasukan khusus itu adalah sekawanan gajah terlatih dari Pusat Latihan Gajah Padang Sugihan. Mereka bahu-membahu membantu tim Manggala Agni dalam operasi pemadaman di wilayah tersebut, 20-24 Oktober 2015 lalu. Operasi pun membuahkan hasil. Api terkendali.
Dari kamp mereka di Pusat Latihan Gajah Padang Sugihan, kelima gajah jantan itu-Matias, Gaban, Gani, Galung, dan Topan-digiring para pawang (mahout) untuk mengangkut peralatan pemadaman berupa mesin dan selang yang dibawa melalui Sungai Sugihan menuju lokasi kebakaran. Jaraknya sekitar dua kilometer. Sesampainya di areal terbakar, semua gajah langsung berpencar bersama mahout dan anggota pemadam.
Dari punggung sang gajah, mahout dan pemadam bekerja sama mengarahkan selang yang tersambung dengan sumber air, lalu disemprotkan ke titik-titik api. Pekerjaan yang tidak mudah karena dilakukan di atas tubuh binatang besar endemik Sumatera tersebut. Namun, bagi para pemadam, berada di atasnya lebih memudahkan upaya pemadaman.
Operasi pemadaman kebakaran hutan melibatkan gajah sumatera, baru pertama kali mereka lakukan. "Gajah membantu mengangkut pipa-pipa sepanjang dua kilometer, pompa air, dan alat-alat berat lain," ujar Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumatera Selatan Nunu Anugrah.
Kehadiran gajah sangat meringankan beban pemadam mengingat lokasi kebakaran berjarak cukup jauh. Anggota pemadam harus menempuh jarak dua kilometer dari sungai ke lokasi terbakar yang sulit diakses dari darat.
Pihaknya menyadari bahwa sebagai makhluk hidup, gajah juga memiliki keterbatasan, yaitu takut api. Demi menjaga agar tidak terjadi kekacauan, para mahout hanya menerjunkan pasukan gajah pada areal pemadaman api yang tidak lagi berkobar.
Pusat Latihan Gajah Padang Sugihan mempunyai 30 gajah. Gajah menghuni lokasi tersebut sejak 1980-an. Anggota pusat latihan itu terdiri dari 9 gajah jantan dewasa, 16 betina dewasa, dan sisanya anak-anak.
Kebakaran gambut
Tahun ini, kebakaran pada musim kemarau berlangsung di tiga suaka margasatwa di Sumatera Selatan, yakni Padang Sugihan, Rambang Dangku, dan Bentayan. Luasan suaka margasatwa di Sumatera Selatan mencapai 256.235 hektar, sekitar 41.000 hektar di antaranya lahan gambut. Namun, luasan kebakaran belum terdata.
Menurut Nunu, kebakaran kali ini lebih buruk dibanding tahun 2014. Kondisinya dipicu kemarau yang hampir tanpa hujan penuh selama tiga bulan. Tahun lalu, hari tanpa hujan terlama hanya 16 hari. Pasukan Manggala Agni terus dikerahkan guna memadamkan kebakaran di suaka margasatwa. "Saat ini, kondisinya sudah semakin terkendali," kata Nunu.
Ia mengindikasikan kebakaran disebabkan aktivitas perambahan liar. Tanda-tanda yang tampak jelas mengenai aktivitas itu berupa pematokan lahan dan pembukaan akses jalan.
Indikasi adanya jaringan perambah yang didukung modal kuat juga terlihat jelas. Banyak dari perambah didatangkan dari beberapa daerah di Sumatera dan Jawa untuk membuka kebun dan membangun permukiman di tanah itu. Di Suaka Margasatwa Rambang Dangku, ada 475 keluarga atau lebih dari 1.000 jiwa perambah bermukim di sana. Mereka berasal dari Lampung dan Cilacap, dan didatangkan secara berkelompok.
Bahkan, ada dugaan lahan di kawasan diperjualbelikan. "Mereka mungkin tidak tahu, lahan yang mereka tempati itu lahan kawasan. Mereka tahunya sudah membeli," kata Nunu.
Pola perambahan hutan biasanya dimulai dari pembukaan kawasan dengan pembalakan liar dengan pekerja didatangkan dari luar dan dilengkapi alat berat. Kayu-kayu hutan bernilai tinggi ditebang untuk dijual. Setelah itu, lahan dibersihkan, di antaranya dengan membakar dan dibuka jadi kebun atau lahan garapan lainnya.
Akibat kebakaran di suaka margasatwa, sejumlah beruang madu dilaporkan keluar dari hutan ke permukiman warga di Kabupaten Ogan Komering Ilir dan Musirawas. Sejauh ini, belum ada konflik antara satwa liar dan manusia. Warga yang melihat segera melaporkan kepada BKSDA sehingga satwa-satwa liar itu dapat segera dikembalikan ke hutan.
Di Taman Nasional Sembilang, kebakaran hutan diperkirakan lebih dari 1.000 hektar. Kebakaran itu juga mengakibatkan setidaknya harimau sumatera dan macan dahan hitam keluar ke perkampungan warga di Desa Karang Sari, Kabupaten Banyuasin.
Macan dahan juga diketahui sempat memakan ternak itik warga meskipun tak sampai menimbulkan konflik dengan manusia. Kedua satwa yang sebenarnya takut dengan manusia itu telah dikembalikan ke habitatnya.
"Kebakaran membuat hutan panas, ada api, dan mungkin mangsa mereka juga keluar sehingga mereka terpaksa keluar hutan. Sebenarnya, satwa-satwa ini sangat takut dengan manusia," kata Kepala Taman Nasional Sembilang Syahimin. (IRENE SARWINDANINGRUM)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.