Peter Jenniskens, astronom dari Search for Extraterrestrial Intelligence (SETI) Institute di Mountain View, California, menemukan sejumlah hujan meteor baru itu lewat proyek The Cameras for Allsky Meteor Surveillance (CAMS).
Lewat proyek CAMS, Jenniskens dan timnya menggunakan 60 kamera untuk di lokasi berbeda untuk mengamati sebanyak mumgkin bintang jatuh.
Setiap kamera memiliki sudut pandang yang terbatas. Namun dengan banyaknya kamera, pengamatan mungkin dilakukan pada sudut yang lebar, dari tegak lurus ke atas hingga 30 derajat dari horison.
Sejak tahun 2010, CAMS sudah mengamati lebih dari 250.000 meteor. Dari sejumlah itu, tiga perempat menyebabkan bintang jatuh yang random sementara seperempatnya memicu hujan meteor.
CAMS menemukan 81 hujan meteor yang kini sudah masuk daftar International Astronomical Union (IAU). Sementara itu, ada 86 hujan meteor baru yang terungkap.
Salah satu hujan meteor baru bisa diamati dari belahan bumi selatan setiap awal Desember. Sebagai hujan meteor yang tak teridentifikasi sebelumnya, hujan meteor itu cukup kuat.
Tahun 2013, saat femonena hujan meteor itu memuncak, publik di belahan bumi selatan melaporkan adanya bola cahaya yang seolah-olah menghantam permukaan bulan.
Hujan meteor baru ini memang tak seterang dan semeriah hujan meteor yang telah banyak dikenal. Namun, menurut Jenniskens, cukup signifikan.
Jenniskens mengungkapkan, proyek CAMS tak cuma berhasil menyurvei meteor. "Kini kita juga sudah punya citra 3D tentang persebaran debu di tata surya," katanya seperti dikutip Nature, Kamis (17/9/2015).
Sebelumnya, proyek CAMS hanya dilakukan dengan pemasangan kamera di California. Kini, pengamatan akan diperlebar dengan memasang kamera di Belanda dan Selandia Baru.
Makalah penemuan hujan meteor baru ini telah diterima untuk dipublikasikan di jurnal Icarus.