Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dana Perubahan Iklim Indonesia Dipertanyakan

Kompas.com - 17/09/2015, 16:00 WIB
KOMPAS.com - Niat Indonesia untuk mengurangi emisi gas rumah kaca seperti tercantum dalam Intended Nationally Determined Contribution (INDC) dipertanyakan. Draft yang rencananya akan disampaikan dalam pertemuan pertemuan COP 21 United Nation Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) di paris akhir tahun ini mengandung banyak ketidakjelasan.

Diana Gultom, Koordinator Riset Debt Watch Indonesia, mengungkapkan, salah satu kejanggalan adalah pada rencana pendanaan. Untuk dana antara tahun 2007 - 2014, sumber dan alokasi dana tidak dirinci. Sementara pendanaan iklim tahun setelah 2020 yang berjangka 10 tahun justru lebih rendah dari 2015 - 2019.

Dana perubahan iklim antara tahun 2007 - 2014 sebesar 17,48 miliar dollar AS. "Itu tidak jelas sumbernya dari mana. Berapa dana masyarakat. Untuk melacak sulit karena selama ini banyak proyek juga mencantumkan tujuannya untuk perubahan iklim, termasuk proyek infrastruktur."

Untuk tahun 2015 - 2019, pemerintah sudah mengalokasikan dana 55,91 miliar dollar AS untuk perubahan iklim, tertera dalam RPJMN. Sementara, untuk tahun 2020 - 2030, dana perubahan iklim hanya 12,98 miliar dollar AS, dinyatakan berasal dari APBN. Dana tersebut juga tidak jelas asalnya dan apakah ada sumber dari hutang.

Dana perubahan iklim yang tercantum dalam INDC setelah 2020 juga dipermasalahkan karena hanya mencantumkan rencana mitigasi atau pencegahan dampak perubahan iklim. Untuk adaptasi atau penyesuaian kondisi yang sudah terjadi, hanya dicantumkan pentingnya pendanaan tambahan sebesar 5,92 miliar dollar AS.

Selain soal dana, INDC Indonesia juga dikritik karena ketidakjelasan target baru penurunan emisi sebesar 29 persen pada tahun 2030. Menurut koalisi masyarakat sipil untuk penyelamatan hutan yang terdiri dari Greenpeace Indonesia, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), dan HuMa mengatakan, target itu tak berdasar.

"Kami sangat menyarankan bahwa INDC memasukkan unsur-unsur spesifik, terukur, relevan, dan berbasis waktu untuk mencapai target penurunan emisi yang bisa diverifikasi di masa depan," kata Sisilia Nurmala Dewi dari Huma dalam konferensi pers yang digelar koalisi di pada Kamis (17/9/2015) di Jakarta.

Menurut Sisil, walaupun INDC sifatnya rencana dan bisa diubah, seharusnya bisa mencerminkan niat Indonesia dan langkah-langkah untuk mencapainya. "Kalau bisa memuat apa yang sudah kita capai. lalu gap-nya di mana. Lalu apa yang bisa dibantu oleh developed country," katanya.

Salah satu tujuan penyampaian INDC adalah untuk mendapatkan bantuan pendanaan perubahan iklim. "Kalau tidak jelas, bagaimana negara maju mau membantu?" jelas Sisil. Indonesia saat ini tercatat sebagai salah satu negara dengan emisi gas rumah kaca terbesar di dunia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com