Peneliti dari Center for International Forestry Research (CIFOR), Sofyan Kurnianto, dan rekannya melakukan pemodelan akumulasi karbon di gambut tropis dengan memperhitungkan jenis vegetasi, kecepatan penguraian tanah, kedalaman air, dan wilayah tempat gambut berada.
Gambut tropis meliputi wilayah seluas 440.000 kilometer persegi. Di Asia Tenggara, sebanyak 60 persen gambut tropis terdapat di Indonesia, seluas sekitar 210.000 kilometer persegi. Sementara, 26.000 kilometer persegi lainnya terdapat di Malaysia.
Studi mengungkap bahwa betapa lambat akumulasi karbon di lahan gambut. Gambut daratan terbentuk sejak 11.000 tahun yang lalu sedangkan gambut di pesisir pada 5.000 tahun lalu. Akumulasi karbon berlangsung dengan kecepatan 0,3 dan 0,59 Mg per hektar per tahun.
Yang ironis, karbon yang terakumulasi sangat perlahan selama puluhan ribu tahun itu hilang dalam waktu sekejap.
Karbon yang terakumulasi selama 11.000 dan 5.000 tahun masing-masing sebesar 3.300 dan 2.900 Mg per hektar. Jumlah karbon yang dari gambut yang hilang dalam 100 tahun terakhir sudah 1.400 Mg per hektar, setara dengan akumulasi selama 2.900 tahun.
Sofyan mengatakan bahwa makna dari hasil studi yang dipublikasikan di jurnal Global Change Biology itu adalah "Proses yang sangat panjang dari pembentukan gambut yang memakan ribuan waktu akan hilang dengan waktu yang relatif pendek jika ada konversi gambut."
Lebih banyak karbon akan terlepas apabila kebakaran hutan seperti ayng berlangsung akhir-akhir ini terjadi. Prediksi mengungkap, jumlah lahan gambut yang terbakar di Jambi sebesar 33.000 hektar sementara di Riau sebesar 3.500 hektar. Sejumlah lahan gambut di Kalimantan Tengah dan Barat juga terbakar.
Kepada Kompas.com, Senin (14/9/2015), Sofyan mengatakan, "Berdasarkan hasil pemodelan, dengan asumsi gambut yang terbakar setebal 20 cm, maka kebakaran gambut akan mengakibatkan emisi sebesar 125 ton C per hektar." Sejumlah gambut di Indonesia memiliki kedalaman lebih dari 50 centimeter.
Jika benar yang diprediksi bahwa sekitar 33.000 hektar lahan gambut telah terbakar baru-baru ini, maka karbon yang terlepas sudah sekitar 4.125.000 Mg C. Emisi bisa berlipat-lipat bila dikalikan dengan lahan gambut yang terbakar di daerah lain dan jika kedalaman gambut lebih dari 20 centimeter.
Hilangnya lahan gambut tidak hanya akan berdampak pada masyarakat sekitar. "Dengan konversi gambut maka akan melepaskan Gas rumah kaca terutama CO2 ke atmosfer. Ini tentunya akan mengakibatkan pemanasan global sebagai trigger dari perubahan iklim."
"Akibat pemanasan global yang lain adalag melelehnya es di kutub yang mengakibatkan naiknya permukaan air laut. Hal ini sangat mengkhawatirkan bagi wilayah-wilayah yang dekat dengan pantai seperti Jakarta yang bahkan pada beberapa ketinggian wilayahnya berada di bawah permukaan air laut."