Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Otak Buatan Dikembangkan dari Sel Kulit Manusia

Kompas.com - 19/08/2015, 20:51 WIB
KOMPAS.com — Para ilmuwan dari Ohio State University mengatakan, sebuah otak yang hampir sepenuhnya buatan tengah dikembangkan di laboratorium untuk pertama kalinya.

Otak yang tak memiliki kesadaran itu, yang seukuran kacang dan sebanding dengan janin berusia lima minggu, bisa mempercepat penelitian ilmu saraf dalam kondisi seperti alzheimer dan parkinson.

Otak buatan ini dibuat dari sel kulit manusia dewasa, tetapi metodenya sebagian besar masih dirahasiakan karena proses paten atau hak cipta yang tertunda.

Peneliti utama, Profesor Rene Anand, yang mempresentasikan data ini di sebuah simposium kesehatan militer di Fort Lauderdale, Florida, mengatakan, pihak mereka telah mereproduksi setiap bagian dari otak.

"Tak hanya terlihat seperti otak, ini mencerminkan semua gen yang membantu pembuatan otak dan itu berarti semua hal, mulai dari korteks hingga sumsum tulang belakang, semuanya ada," ujarnya.

Meski demikian, otak buatan ini tak memiliki kemampuan untuk menjadi sadar dan Profesor Rene mengatakan, karena itulah, masalah etika tak akan muncul.

"Ia tak memiliki masukan sensorik apa pun sehingga sebagian besar merupakan jaringan hidup yang mereplikasi otak. Ketika ada penyebab genetik atau lingkungan, kami bisa menilai bagaimana mereka mengubah migrasi sel, misalnya, atau pembentukan sinapsis atau pembentukan sirkuit," ujarnya.

Ia menambahkan, "Jadi, itu memberi kami akses yang luar biasa untuk mengetahui ketika sesuatu berjalan salah, seberapa besar salahnya, dan mungkin suatu hari kami akan mencari cara untuk memperbaikinya."

Media The Guardian melaporkan, beberapa peneliti yang mereka hubungi khawatir bahwa data ini masih dirahasiakan dan belum melalui kajian sejawat.

Mereka mengatakan, hal ini membuat kondisi menjadi tak memungkinkan untuk menilai kualitas dan dampak dari otak buatan tersebut.

Temuan ini bantu alzheimer dan parkinson

Profesor Rene mengutarakan, otak buatan ini bisa memiliki dampak yang besar pada penelitian penyakit neurologis atau saraf dan akan mempercepat penelitian.

"Saya pikir ini etis karena akan membuat prediksi lebih besar atas apa yang akan terjadi pada seorang pasien yang diberi obat, baik pada sisi efikasi maupun efek samping," katanya.

Ia berujar, "Anda tak perlu langsung melompat dari hewan pengerat ke manusia. Itu akan menjatuhkan biaya uji klinis secara dramatis. Ini adalah hal yang jauh lebih murah untuk dilakukan ketimbang uji klinis."

"Saya pikir kapasitas prediksi akan menjadi fenomenal karena ini manusia," katanya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com