El Nino memang merupakan anomali suhu muka laut di Pasifik yang lebih tinggi dari biasanya. Fenomena ini biasa diikuti dengan kekeringan di sejumlah wilayah di Indonesia.
Kerap terjadi bersamaan dengan musim kemarau di Indonesia, El Nino oleh kalangan awam sering diartikan sebagai udara yang lebih panas ketimbang biasanya.
Kenyataannya, El Nino bukan berarti udara yang terasa panas. "Beberapa daerah memang justru merasakan dingin," kata Edvin Aldrin, Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG).
Edvin menerangkan, pada periode El Nino, suhu permukaan laut di perairan selatan Indonesia lebih rendah dari biasanya. Suhu dingin perairan selatan Jawa memengaruhi suhu daratan di sekitarnya.
"Angin yang berembus juga punya suhu lebih rendah. Akibatnya, wilayah Jawa, terutama bagian selatan, akan merasa lebih dingin," katanya ketika dihubungi Kompas.com, Senin (3/8/2015).
Meski suhu pada beberapa waktu akan terasa lebih dingin, bukan berarti hujan akan tiba. Frekuensi dan curah hujan tetap akan sangat rendah.
Suhu yang lebih dingin di perairan selatan Jawa membuat peristiwa penguapan berkurang. Akibatnya, aktivitas pembentukan awan rendah.
Awan yang minim membuat curah hujan di Jawa dan sekitarnya sedikit. "Jadi, wilayah Jawa walaupun merasakan dingin, tetap akan kering," ujar Edvin.
Edvin mengungkapkan, ada gejala yang menunjukkan perkembangan El Nino kuat pada tahun 2015. Kekuatannya kemungkinan bisa menyamai El Nino tahun 1997 yang disebut sebagai yang terburuk.
Namun, apakah kekuatan El Nino kali ini akan memicu dampak buruk yang sama dengan tahun 1997? Edvin mengatakan, sulit untuk memperkirakan meski ada kemungkinan.
Ada sedikit harapan bahwa El Nino tahun ini tak akan seburuk tahun 1997. Misalnya, masih hangatnya perairan barat Lampung yang berperan serta memicu hujan di Jakarta dan sekitarnya minggu lalu.
Menurut Edvin, meski El Nino terkuat terjadi tahun 1997, El Nino yang menghasilkan dampak terburuk bagi Indonesia justru terjadi tahun 1982.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.