KOMPAS.com
- El Nino, "Anak Lelaki" atau "Bayi Kristus" , karena biasa mencapai puncak pada bulan Desember, telah menampakkan diri. Banyak negara di berbagai belahan bumi tergugah karena akan terjadi anomali iklim: kekeringan dan banjir bandang bakal terjadi bersamaan dengan panen yang lebih baik, angin topan berkurang, dan musim dingin lebih hangat.El Nino dan La Nina adalah fase yang memiliki sifat berlawanan dalam siklus alamiah El Niño-Southern Oscillation (ENSO). Siklus memiliki periode antara dua dan tujuh tahun. Badan meteorologi dari berbagai belahan bumi-belahan bumi utara, belahan bumi selatan, dan ekuator-mengonfirmasikan akan terjadi El Nino kuat pada Agustus-Desember tahun ini.
Namun, pakar iklim dari Badan Meteorologi Jepang (JMA) Ikuo Yoshikawa mengatakan, "Kami tidak bisa mengatakan apakah El Nino akan berlanjut hingga musim semi (awal tahun depan), tetapi kami bisa mengatakan bahwa ada peluang besar akan berlanjut ke musim dingin." Tahun ini, El Nino berawal pada Maret 2015.
Wakil Direktur Badan Atmosfer dan Kelautan Nasional AS (NOAA) Mike Halpert, awal Juli lalu, mengatakan, "El Nino bukan kiamat. Jadi, tak perlu bersembunyi di bawah tempat tidur. Realitasnya, di Amerika, El Nino bisa membawa hal baik."
Halpert benar saat dia berbicara tentang AS. Secara nasional, saat terjadi El Nino pada 1997-1998, berdasarkan penelitian tahun 1999, AS justru menangguk keuntungan ekonomi nyaris mencapai 22 miliar dollar AS (jika dipatok kurs Rp 10.000, setara Rp 220 triliun atau sekitar 9 persen APBN Indonesia 2015). Keuntungan ekonomi juga bakal dinikmati Tiongkok, Meksiko, dan Eropa.
Kebalikannya, kemalangan terjadi di sejumlah negara di belahan bumi lainnya, di ekuator dan selatan ekuator.
Berdasarkan penelitian yang diprakarsai PBB, negara seperti Peru, Ekuador, Bolivia, Kolombia, dan Venezuela menderita kerugian sekitar 11 miliar dollar AS (sekitar Rp 110 triliun).
Menurut Pan-American Health Organization, banjir bandang di Peru meluluhlantakkan jembatan, permukiman, sejumlah rumah sakit, tanaman pangan, serta menelan 354 korban jiwa dan 112 orang hilang.
Negara-negara Australia, India, dan sebagian Indonesia akan mendapat kerugian dan bencana. Menurut peneliti dari Dana Moneter Internasional (IMF), Kamiar Mohaddes, yang juga pakar ekonomi dari Universitas Cambridge, London, EL Nino juga akan memangkas habis produk domestik bruto (GDP).
Meski dampak El Nino bisa diprediksi, pakar di International Research Institute for Climate and Society (IRICS) di Columbia University, AS, Tony Branston mewanti-wanti apa yang bakal terjadi setelah ini masih menyisakan tanda tanya.
Dampak berbeda
Proses dalam sistem iklim merupakan hasil interaksi dari atmosfer dan laut. Perubahan pada salah satu sistem akan mengubah pola iklim global.
Menurut Tri Wahyu Hadi dari kelompok keahlian sains atmosfer Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian (FITB) ITB, akibat permukaan laut di timur Samudra Pasifik menghangat, tekanan udara pantai barat Amerika Latin melemah sehingga angin timuran pun melemah. Uap air yang seharusnya tertiup hingga Pasifik Barat bergeser ke Pasifik Tengah.
Di India, yang seharusnya pada Juli-Agustus memasuki puncak musim hujan, juga mengalami kekeringan dari penyebab yang sama. Pola musim yang juga dipengaruhi angin monsun di India telah menyebabkan terjadinya monsun musim panas. Angin yang bertiup ke barat dari Pasifik bercampur angin monsun yang bergerak dari selatan Asia.