Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 01/07/2015, 13:10 WIB
Kompasianer Dokter Andri Psikiater,
Lusia Kus Anna

Tim Redaksi


Sampai sekarang masih banyak orang yang kebingungan dan belum memahami masalah-masalah terkait gangguan jiwa. Banyak kasus gangguan jiwa yang masih dipandang sebagai masalah gangguan nonmedis yang membutuhkan perawatan nonmedis.

Sebenarnya masalah perawatan memang tidak sepenuhnya salah, artinya dalam kaitan dengan terapi, masalah gangguan kejiwaan memang bisa mendapatkan terapi yang berhubungan dengan nonmedis.

Terapi nonmedis ini secara sempit dikaitkan dengan ketidakterlibatan obat-obatan ataupun terapi yang biasa digunakan dalam dunia kedokteran umumnya. Namun jika dilihat lebih jauh maka sebenarnya yang termasuk terapi non medis ini misalnya seperti terapi meditasi, terapi dengan suplementasi, psikoterapi adalah terapi yang dikategorikan terapi medis dalam ilmu kedokteran jiwa.

Masalah gangguan kejiwaan itu dahulu lebih dianggap sebagai masalah yang berkaitan dengan jiwa. Jiwa sendiri masih dipandang bukan sebagai bagian dari aktifitas raga atau badan sehingga dahulu bahkan sampai sekarang pendekatan kesehatan jiwa seolah terpisah dari kesehatan fisik. Padahal masalah kejiwaan yang meliputi masalah di dalam pikiran, perasaan dan perilaku seseorang merupakan hasil dari aktifitas sistem fungsional otak yang terganggu.

Penelitian tentang kaitan fungsi otak dengan adanya masalah kejiwaan pada seseorang sudah lama dan banyak dilakukan. Hasilnya bahkan para ahli sudah mulai memetakan bagian-bagian otak dengan fungsi dalam kaitannya manusia berperilaku, berperasaan dan berpikir.

Kompleksitas otak memang membuat masih ada beberapa misteri yang berkaitan dengan perasaan dan pikiran manusia. Hal ini tentunya masih terus mendapatkan perhatian dan diteliti terus oleh para ahli terutama di bidang neurosains yang berkaitan dengan kedokteran perilaku.

Masyarakat yang belum memahami masalah gangguan jiwa sering mengkaitkan bahwa masalah kejiwaan adalah masalah yang terpisah dari masalah medis. Hal ini menyebabkan masalah-masalah kejiwaan yang berkaitan dengan perilaku perasaan dan pikiran manusia itu sering kali tidak mendapatkan penatalaksanaan yang baik.

Kasus skizofrenia mungkin bisa menjadi salah satu contoh. Penelitian di salah satu propinsi dengan jumlah penduduk terbesar di Indonesia saja mengatakan bahwa hanya kurang dari 5% pasien yang mengalami masalah skizofrenia mendapatkan terapi sesuai dengan standar ilmu kedokteran jiwa.

Orang mungkin masih memandang masalah kejiwaan seperti skizofrenia sebagai masalah yang berhubungan dengan mistis, "ketempelan" setan atau roh jahat atau mungkin hanya dikatakan berpura-pura.

Belum lagi jika menyangkut masalah depresi atau gangguan cemas. Orang yang belum memahami atau belum pernah mengalami depresi dalam hidupnya mungkin agak sulit memahami mengapa orang bisa begitu cemas, merasa tidak berdaya dan berguna serta ada keinginan mengakhiri hidup.

Orang juga mungkin bisa menjadi merasa aneh kalau melihat ada orang-orang yang sangat cemas padahal tidak ada apa-apa di sekitar dirinya yang mengancam. Gampangnya sering kali orang-orang dengan masalah gangguan jiwa seperti ini dinasehati oleh rekan atau keluarganya untuk berpikir positif. Sayangnya ketidakmampuan pasien untuk berpikir positif itulah yang sering kali membuatnya malah dianggap tidak mampu dan manja oleh lingkungannya. Padahal kondisi tersebut di atas pada pasien cemas dan depresi adalah nyata dan merupakan gejala penyakitnya.

Dalam dunia yang masih memandang bahwa keluhan medis adalah keluhan fisik, masalah kejiwaan memang sering dikesampingkan. Orang lebih memikirkan jika ada masalah fisik. Masalah kejiwaan hanya dianggap reaksi normal dalam kehidupan sehari-hari. Sayangnya kenyataan tidak demikian.

Masalah kejiwaan adalah masalah medis yang perlu mendapatkan perhatian yang baik. Beban akibat mengalami masalah ini sangat besar tanpa kita sadari. Orang berpikir bahwa hanya masalah medis yang membuat beban.

Prediksi badan dunia WHO tahun 2020, Depresi Mayor menduduki urutan ke-2 dalam beban global terbesar setelah masalah penyakit jantung dan pembuluh darah. Ini dikarenakan sering kali gangguan depresi mayor bukan hanya berkaitan dengan kinerja orang tersebut yang mengalaminya tetapi juga lingkungan sekitar terutama keluarga.

Jadi ke depan masalah gangguan jiwa bisa lebih dianggap sebagai bagian dari gangguan fungsi otak dan merupakan masalah medis yang perlu mendapatkan perhatian. JIka tidak maka akan banyak masalah terkait hal ini bukan hanya bagi penderita masalah kejiwaan tetapi juga lingkungan terutama keluarganya.

Salam Sehat Jiwa


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau