Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 03/06/2015, 20:51 WIB
|
EditorYunanto Wiji Utomo

KOMPAS.com - Bayangkan jika pikiran dan hasrat masih membara namun Anda terpenjara dalam tubuh kaku, tubuh yang bahkan tak cukup punya kekuatan otot guna menggerakan mulut untuk bicara dan menelan makanan, seperti fisikawan Stephen Hawking.

Tersiksa karena terus diam, stres sebab mesti menahan segala keinginan, dan terisolasi karena tak bisa berkomunikasi. Itu beberapa yang mungkin akan Anda rasakan di samping jutaan perasaan yang tak terungkap dengan kata-kata.

Suwarti Tjong adalah salah satu orang Indonesia yang mengalami kondisi langka tersebut. Dia menderita Amtyotrophic Lateral Sclerosis (ALS) atau Lou Gehrig's Disease, jenis penyakit saraf degeneratif yang membuat seseorang secara perlahan kehilangan kemampuan motoriknya.

Selasa (2/6/2015), tubuh Suwarti terbaring di ranjang Intensive Care Unit (ICU) Rumah Sakit Abdi Waluyo, Jakarta. Dia sedang makan. Namun, jangan bayangkan dia makan dengan menyendokkan nasi, sayur, dan lauk ke mulut.

Makanan Suwarti berupa cairan kental, semacam smoothies. Seorang suster mengambil cairan itu dengan alat serupa jarum suntik raksasa dan memasukkannya langsung ke lambung lewat selang. Tak ada maknyus rasa makanan yang bisa dikecap.

Makan dengan selang harus dilakukan karena mulut Suwarti sudah sulit untuk sekadar melahap dan mengunyah. Esofagusnya juga sudah susah melakukan gerakan peristaltik menelan makanan. Apabila dipaksa dan malah tersedak, taruhannya adalah nyawa.

Awal Serangan

Alice Soetjipto, putri Suwarti, menceritakan bahwa ibunya sudah menderita ALS sejak tahun 2010. "Waktu itu mama masih tinggal di Sukabumi. Papa bilang ke saya kalau mama ngomongnya jadi pelo," cerita Alice.

Awalnya, Alice dan keluarga menyangka perubahan pada Suwarti itu akibat penggantian gigi palsu. Namun seiring penurunan kemampuan motorik yang terjadi, mereka mulai sadar bahwa apa yang terjadi pada Suwarti adalah penyakit serius.

Alice mulai mengajak Suwarti mendatangi dokter dan menjalani sejumlah pemeriksaan yang menguras tenaga dan biaya. Dugaan penyakit awalnya bermacam-macam hingga akhirnya mengerucut ke penyakit saraf.

"Saya lalu cari dokter ahli saraf paling bagus di Indonesia. Saya sudah ketemu nama tapi waktu itu masih belum tahu di mana tempat praktek dokter itu. Akhirnya saya telepon 108 untuk tahu kontak tiap rumah sakit di Jakarta," urai Alice.

Ketika akhirnya menemukan dokter ahli saraf di Jakarta, Suwarti menjalani Electromyography (EMG). Alice menggambarkan, dalam pemeriksaan itu, sejumlah bagian tubuh ibunya ditusuk dengan jarum dan dibaca gerakan ototnya. Hasilnya, berupa grafik, dicetak.

Berdasarkan hasil EMG itu serta sejumlah pemeriksaan klinis lain termasuk Magnetic Resonance Imaging (MRI), sang dokter ahli saraf pada suatu tengah malam tahun 2012 bertanya pada Alice, "Pernah dengar ALS? Atau motor neuron disease?"

Alice berkata tidak. Sang dokter tak lantas menerangkan dengan gamblang tentang penyakit mematikan itu. "Nanti coba cari informasi itu ya," demikian Alice menirukan kata-kata sang dokter.

Pulang ke rumah setelah selesai pemeriksaan EMG, Alice lantas mencari informasi ALS di internet. "Begitu tahu, aku langsung shock. Lemas. Deskripsinya aja menyeramkan. Empat hari saya enggak bisa tidur. Saya bingung juga harus share dengan siapa," terang Alice.

Berubah Drastis

Sejak awal terserang hingga kini, perubahan Suwarti sangat drastis. Alice menceritakan, ibunya dahulu adalah orang yang sangat aktif, mulai berjualan di toko, memasak, dan menjahit. "Bahkan dulu kalau atap rumah rusak itu ibu yang memperbaiki," katanya.

Saat ini, Suwarti sudah tak bisa bicara, tak bisa menelan, dan bahkan harus bergantung pada ventilator untuk bernafas dengan baik. Hanya kakinya yang masih bisa digerakkan. Itu pun hanya secara terbatas.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Rekomendasi untuk anda
27th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+