Banyak dari kawanan antelop yang mati adalah induk dan anak-anaknya. Sebelum mati, antelop menunjukkan sejumlah gejala, seperti depresi, diare, serta mulut berbusa.
"Mereka mengalami masalah pernapasan, tidak bisa bernapas dengan mudah. Mereka berhenti makan dan sangat depresi. Induk mati dan anak sangat tertekan hingga akhirnya ikut mati sehari atau dua hari kemudian," kata Richard Kock dari Royal Veterinary College di London.
Kock yang tergabung dalam tim internasional yang menyelidiki kematian massal itu mengatakan, jumlah antelop yang mati mencapai setengah dari populasi total di dunia, yaitu 250.000.
Adapun penyebab kematian belum diketahui pasti. Bakteri pasteurelosis dan clostridia selalu ditemukan pada hewan yang mati. Bakteri itu secara alami ada dalam sistem pencernaan antelop. Untuk bisa mematikan, harus ada sesuatu yang menyebabkan antelop mengalami penurunan daya tahan tubuh.
Kock menduga iklim menjadi penyebab. Tahun ini, ada musim dingin dengan suhu sangat rendah diikuti dengan musim semi yang basah.
Kondisi itu, dan atau kondisi lain, melemahkan sistem kekebalan antelop. Akibatnya, bakteri yang secara alami ada dalam tubuh berubah menjadi musuh, mengalahkan kekebalan tubuh serta mudah tersebar ke individu lain, memicu kematian massal.
"Tidak ada penyakit infeksi yang bisa menyebabkan kejadian seperti ini," ungkap Kock seperti dikutip BBC, Senin (1/6/2015).
Kematian massal antelop bukan terjadi sekali ini saja. Tahun 1984, 2010, dan 2012, antelop juga mengalami kematian massal. Namun, menurut Kock, kematian massal kali ini sangat tidak masuk akal.
Antelop terancam oleh perubahan iklim perburuan. Populasi saat ini sebenarnya sudah cukup membaik dibanding saat Kazakhstan baru pecah dari Uni Soviet.
Kematian massal kali ini, kata Steffen Zuther, pemimpin Association for the Conservation of Biodiversity, merupakan langkah mundur. Ilmuwan berharap menemukan penyebab kematian massal sehingga bila dipadu dengan langkah perlindungan, populasi antelop bisa terjaga.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.