Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Asal Tahu, "Racun" pada Beras Plastik Juga Ada di Sekitar Kita

Kompas.com - 22/05/2015, 20:00 WIB

KOMPAS.com — Analisis PT Sucofindo menunjukkan bahwa beras plastik mengandung senyawa yang berbahaya jika masuk dalam tubuh, yaitu Polyvinyl Chloride (PVC), Benzyl Butyl Phthalate (BBT), Bis 2-Ethylhexyl Phthalate (DEHP), dan Diisononyl Phthalate (DNIP).

PVC merupakan salah satu bahan utama plastik. Bahan utama plastik lainnya adalah polystyrene atau styrofoam. Sementara BBT, DEHP, dan DNIP merupakan plastiser yang diperlukan untuk melembutkan bahan utama plastik yang umumnya keras dan kaku.

Anda mungkin berpikir untuk menghindari beras plastik agar tak memakan senyawa-senyawa tersebut. Namun, yang perlu Anda tahu, menghindari beras plastik saja tak cukup untuk mencegah "racun" tersebut masuk ke dalam tubuh.

Kepala Pusat Penelitian Kimia Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Agus Haryono mengungkapkan bahwa sejatinya bahan-bahan yang terdapat dalam beras plastik itu terdapat pada perkakas sehari-hari dan di lingkungan.

Jangan anggap PVC hanya digunakan untuk material pipa. Polimer itu juga dipakai untuk membuat taplak meja dan karpet yang terbuat dari plastik. Beberapa botol minum dan kotak makan juga masih mengandung PVC.

Namun, PVC bukan material yang paling berbahaya dari plastik. "Pada dasarnya, kalau bahan utama plastik seperti PVC itu sifatnya stabil. Kalau masuk dalam tubuh akan langsung bisa dikeluarkan," jelas Agus kepada Kompas.com, Jumat (22/5/2015).

Bahan pelembut plastik yang salah satunya adalah golongan phthalate itu yang sejatinya berbahaya. Senyawa itu bisa memicu mengalami gangguan hormonal dan reproduksi. Anda bisa dibuat mandul karenanya.

Phthalate banyak terdapat pada banyak perkakas. "Penghapus, itu juga ada mengandung phthalate agar sifatnya bisa lembut. Mainan anak-anak juga masih ada yang mengandung phthalate," urai Agus.

Meski tak langsung terdapat pada bahan makanan, phthalate bisa masuk ke tubuh dengan beragam cara. Contoh, bila anak-anak menggigit mainan yang mengandung phthalate, senyawa itu juga bisa masuk lewat mulut.

Riset Greenpeace di wilayah Citarum pada tahun 2012 juga menunjukkan bahwa phthalate ditemukan pada limbah industri. Dari limbah yang kemudian dibuah ke lingkungan perairan, phthalate bisa masuk ke dalam tubuh manusia.

"Phthalate pada dasarnya merupakan senyawa yang bersifat persisten, tidak mudah diuraikan. Karena tidak mudah diuraikan, akan terakumulasi. Itu bisa masuk ke rantai makanan," ungkap Hilda Meutia, Koordinator Water Patrol Greenpeace Asia Tenggara.

Hilda mengungkapkan, pengamatan Greenpeace pada pipa pembuangan limbah industri menunjukkan bahwa hingga kini sejumlah industri masih membuang limbah phthalate ke lingkungan. Itu bisa meracuni tubuh warga sekitar.

Jadi, bagaimana kita harus menghindari bahan berbahaya dalam plastik? Agus mengungkapkan, salah satunya adalah memperhatikan label bahan dasar suatu barang sebelum membeli. Jangan membeli perkakas dan mainan anak-anak karena murah.

Di sisi lain, menurut Hilda, pemerintah juga dituntut lebih ketat. Bahan kimia yang digunakan semakin beragam. Aturan penggunaannya juga harus terus diperbarui. "Soal phthalate sampai saat ini pemerintah belum tegas," katanya.

Hilda mengungkapkan, regulasi pemerintah pada kalangan industri mesti mendukung sistem produksi bersih. Artinya, pemerintah mesti mengatur agar industri mereduksi penggunaan bahan-bahan kimia berbahaya, melakukan pengolahan limbah, dan praktik ramah lingkungan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com