Setiap orang pasti pernah mengalami pengalaman yang tidak menyenangkan dalam hidup. Pada batas yang wajar, pengalaman buruk tersebut akan dimaknai sebagai bagian dari pengalaman yang mungkin menghasilkan tekanan psikologis, tetapi tidak membawa dampak buruk berkepanjangan.
Namun, ketika sebuah peristiwa buruk terjadi dengan intensitas yang begitu kuat hingga meninggalkan tekanan atau luka psikologis yang signifikan dalam diri seseorang, kondisi ini dapat disebut sebagai trauma.
Dalam dunia psikologi klinis dan psikiatri, trauma yang bersifat gangguan klinis memiliki diagnosis yang dikenal dengan sebutan “Post-traumatic Stress Disorder”.
Istilah “trauma” dalam kaitannya dengan kondisi psikologis mungkin sudah tidak asing terdengar di telinga. Identik dengan suatu pengalaman buruk, trauma kemudian diartikan sebagai perasaan tidak nyaman yang muncul ketika mengalami pengalaman yang sama atau mengingat pengalaman tersebut.
Trauma juga dapat terjadi pada mereka yang sebetulnya tidak mengalami peristiwa traumatis itu sendiri, tetapi misalnya melihat peristiwa tersebut menimpa orang lain, atau mendengar cerita pengalaman traumatis dari orang lain.
Contoh kasus-kasus trauma yang dialami seseorang biasanya terkait dengan pengalaman menjadi korban bencana alam, terorisme, atau kecelakaan, pengalaman ditinggal oleh orang terkasih dengan cara yang mengejutkan atau tidak biasa, hingga pengalaman kekerasan fisik, seksual, atau psikologis.
Gejala
Gejala trauma dapat tampil dalam beberapa bentuk, tetapi yang paling banyak dilaporkan adalah berupa ingatan dan mimpi buruk terkait pengalaman traumatis tersebut. Kemunculan ingatan dan mimpi buruk ini biasanya juga akan dibarengi dengan kemunculan gejala fisik dan psikologis sebagai pertanda ketidaknyamanan. Misalnya, berupa reaksi fisik yang gemetar, lari menghindar, hingga perasaan ketakutan yang diekspresikan dengan menangis.
Kemunculan gejala yang terjadi selama lebih dari satu bulan berturut-turut dengan intensitas yang tinggi sangat perlu diwaspadai, karena akan membutuhkan penanganan yang juga intensif.
Orang yang mengalami trauma biasanya akan berusaha mati-matian untuk menghindari objek traumanya, atau hal-hal yang terkait dengan objek trauma tersebut, demi menghindari perasaan tidak nyaman atau gejala trauma yang dapat muncul. Cara ini mungkin ampuh untuk menghindarkan diri dari perasaan tidak nyaman sehari-hari, tetapi bukan berarti menghapus trauma yang ada. Oleh karena itu, pilihan menghindar ini sebaiknya perlu dikesampingkan.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.