Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kupu-kupu Malam Penggorok dari Gunung Tambora

Kompas.com - 13/05/2015, 21:28 WIB
Yunanto Wiji Utomo

Penulis


KOMPAS.com - Mendengar istilah kupu-kupu malam, mungkin yang langsung terbayang adalah pekerja seks komersial yang biasa aktif di Jalan Gajah Mada atau sejumlah spot lainnya ketika malam.

Namun tahukah bahwa biologi sebenarnya juga mengenal kupu-kupu malam? Kupu-kupu malam dalam biologi adalah nama lain dari ngengat, serangga yang secara kekerabatan dekat dengan kupu-kupu.

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) lewat Ekspedisi NKRI bersama TNI pada April 2015 lalu mengungkap dua jenis kupu-kupu malam baru dari lingkungan Tambora, gunung yang pernah mengamuk 200 tahun lalu.

Hari Sutrisno, peneliti serangga LIPI yang terlibat dalam ekspedisi meyakini bahwa dua jenis kupu-kupu malam yang ditemukannya merupakan jenis baru. "Pola sisik sayapnya berbeda dengan jenis lainnya," katanya.

Dua ngengat itu masuk dalam genus Xyleutes. Spesies kupu-kupu malam pada genus tersebut tersebar ke penjuru dunia, mulai dari Indonesia, India, Australia, hingga Meksiko serta dikenal gemar menggorok dan mengebor batang pohon.

Salah satu spesies kupu-kupu malam yang ditemukan di Tambora dianggap baru karena punya bintik hitam besar pada sayapnya. Bintik hitam itu membuat sang kupu-kupu malam tampak seperti punya tahi lalat.

Satu spesies lain dianggap baru karena miskin sisik. Bila jenis Xyleutes lain punya sisik sempurna pada sayapnya, jenis yang ditemukan di Tambora ini tidak punya sisik pada bagian belakang sayap.

Hari Sutrisno/LIPI Ngengat tanpa sisik pada bagian belakang sayap. Ngengat dari Tambora ini diyakini merupakan spesies baru.
Penemuan kupu-kupu malam jenis baru di Tambora menarik. Ekosistem gunung yang pernah meluluhlantakkan tiga kerajaan di sekitarnya itu belum pernah dieksplorasi secara mendalam. Temuan ini akan menambah data keanekaragaman hayati Tambora.

Namun, Hari mengatakan, temuan dua jenis baru itu harus diantisipasi. "Kita harus temukan host plant (tumbuhan inang) dari dua ngengat itu," jelasnya ketika berbincang dengan Kompas.com usai pemaparan hasil Ekspedisi NKRI di Tambora pada Selasa (12/5/2015).

Kegemaran genus Xyleutes menggorok dan mengebor batang pohon berarti bahwa golongan itu adalah hama tanaman. Identifikasi tumbuhan inang diperlukan sehingga tanaman lain yang bisa jadi adalah komoditas penting pertanian tidak diserang.

Pentingnya identifikasi tumbuhan inang bisa dilihat dari kasus serangan hama di Sulawesi Utara. Ulat misterius menyerang tanaman cengkeh petani setempat, mengakibatkan kegagalan panen.

Hari sempat dipanggil untuk mengdentifikasi hama yang menyerang. Observasi Hari menunjukkan bahwa ulat itu adalah larva atau ulat dari ngengat. Tubuh ulat itu punya pola selang seling hitam dan kuning.

"Saya menyebutnya penggerek ban kuning. Itu spesies baru ternyata," kata Hari. Ia telah memberi nama pada spesies itu namun belum bisa menyatakannya sebab makalah dari penemuan jenis baru hama itu belum dipublikasikan.

Hama itu menyerang sebelum dikenal identitasnya dan tumbuhan inangnya. Menurut Hari, inang penggerek ban kuning sebenarnya bukan cengkeh tapi tumbuhan lain yang ada di hutan. Karena hutan rusak, ngengat itu lantas mencari inang baru dan menemukan cengkeh.

Hari meyakini, dua jenis yang ditemukan di Tambora bisa menyerang tanaman pertanian bila hutan tak dilestarikan. Jenis yang punya bintik pada sayap, kata Hari, "berpotensi menjadi hama kopi."

Dari kasus penemuan Xyleutes di Tambora, ekspedisi menginventarisasi keanekaragaman hayati terlihat jelas manfaatnya. Kita punya wawasan lebih tentang alam sehingga bisa membantu menyusun strategi pengelolaannya.

Dalam bidang selain serangga, inventarisasi keanekaragaman hayati juga berguna untuk mengetahui biota-biota yang bisa dimanfaatkan. Jenis-jenis mikroba misalnya, menyimpan potensi untuk menghasilkan obat dan dapat menyejahterakan bila dieksplorasi manfaatnya.


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com