Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Letusan Dahsyat Tambora 200 Tahun Lalu, Inilah Kronologinya

Kompas.com - 10/04/2015, 12:45 WIB

KOMPAS.com - Tepat 200 tahun lalu, Tambora marah besar. Amarahnya secara langsung dan tidak langsung menewaskan 88.000 orang. Tiga kerajaan tamat riwayatnya, Napoleon kalah perang, tahun tanpa musim panas terjadi, dan kelaparan serta wabah melanda dunia.

Bagaimana sesungguhnya bencana itu terjadi? Tak banyak dokumen yang bisa menjadi rujukan untuk menceritakannya. Tiga dokumen berharga antara lain The History of Java (1817) dari Raffles, gubernur Inggris penguasa Jawa saat Tambora meletus, memoir Raffles (1830), dan Asiatic Journal volume 1 (1816).

Menurut dokumen itu, Tambora sebenarnya sudah mulai aktif tahun 1812, sering mengeluarkan asap hitam. Namun, banyak orang yang menganggap bahwa Tambora kala itu sudah "punah" atau bukan gunung berapi aktif.

Erupsi besar pertama dimulai pada 5 April 1815, berlangsung selama 2 jam. Merujuk pada dokumen Raffles dan Asiatic Journal, Richard B Stothers dalam makalahnya di jurnal Science 15 Juni 1984 mengatakan, gemuruh aktivitas Tambora pada tanggal itu terdengar hingga kota Makassar (berjarak 380 km), Jakarta (1260 km), dan bahkan Maluku (1400 km).

Dalam memoirnya, Raffles menceritakan, "Gemuruh itu awalnya dikaitkan dengan adanya meriam pada jarak jauh, sedemikian sehingga tentara dibariskan di Yogyakarta untuk mengantisipasi serangan pihak lain dan kapal juga dibariskan di pantai mewaspadai kondisi sulit."

Raffles seperti dikutip Clive Oppenheimer dalam makalahnya di jurnal Progress in Physical Geology pada 2003 melanjutkan, "Namum pada pagi hari berikutnya, abu tipis menghapus semua keraguan, dan seiring erupsi terus terjadi, suara terdengar begitu dekat, terdengar begitu dekat di setiap daerah sehingga dikaitkan dengan letusan gunung Merapi, Kelut, dan Bromo."

Orang yang tinggal di wilayah sekitar Tambora meminta pemerintah di Bima untuk melihat situasi. Pihak berwenang kemudian mengirim seseorang bernama Israel, tiba di sekitar Tambora pada 9 April 1815.

Tapi belum sempat penyelidikan dimulai, tanggal 10 April 1815 sekitar pukul 19.00 WITA, Tambora kembali mengamuk. Kali itu, erupsinya berlangsung kurang dari 3 jam namun dengan skala lebih besar. Letusannya menurut volcanic explosivity index mencapai skala 7 dari 8. Hanya gunung Toba yang meletus 74.000 tahun lalu dengan magnitudo 8 yang mengalahkannya.

Cerita terbaik kedahsyatan letusan pada malam datang dari Letnan Owen Phillip. Dia diutus Raffles ke Sumbawa membawa beras dan menyelidiki dampak letusan pada 5 April. Di Dompu, dia bertemu raja Sanggar yang ajaibnya selamat dari bencana letusan, mengungsi.

”Sekitar pukul 7 malam pada 10 April (1815), tiga kolom muncul dari puncak Gunung Tambora. (Semuanya terlihat berasal dari kawah) Setelah naik secara terpisah ke ketinggian, ketiga kolom bergabung secara aneh dan mengerikan," demikian Phillips menceritakan kemudian pada Raffles.

Phillip melanjutkan, "Dalam sekejap, seluruh bagian gunung di Sanggar tampak bagai cairan api, melebar ke segala arah. Api dan kolom asap terus saja membumbung hingga gelap sebab banyaknya material yang jatuh mengaburkannya sekitar pukul 8 malam."

Abu kemudian mulai turun antara pukul 9 hingga 10 malam. Kemudian, pohon-pohon yang tercerabut dari akarnya serta batu-batu raksasa mulai terlempar ke Sanggar antara pukul 10 hingga 11 malam. Stothers dalam makalahnya mengatakan, kolom erupsi mungkin musnah akibat massanya sendiri sebelum pukul 10 malam dan kaldera terbentuk pada saat yang sama.

Awan panas lalu turun gunung dan menerjang desa Tambora, meluluhlantakkannya. Lalu, angin ribut terjadi di Sanggar. Angin ribut yang terjadi sekitar 1 jam itu tak mencapai Bima yang terjarak 60 kilometer dari Tambora.

Material vulkanik mengalir ke lautan, menyebabkan tsunami. Gelombang tsunami dengan ketinggian 4 meter mencapai Sanggar pukul 10.00 malam. Gelombang menjalar hingga Besuki di Jawa bagian timur, mencapai wilayah itu dengan ketinggian sekitar 1 - 2 meter beberapa saat kemudian. Tsunami juga diperkirakan mencapai Madura dengan ketinggian 1 meter.

"Mawar laut setinggi hampir 12 kaki yang tak pernah terjadi sebelumnya menghantam Sanggar yang cuma seperti sebulir padi, menghanyutkan rumah dan apapun yang ada dalam jangkauannya," demikian cerita Phillip tentang tsunami.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com