Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Mobnas di Pemerintahan Soeharto

Kompas.com - 09/04/2015, 12:00 WIB

Jakarta, Otomania – Pada buku “Kiprah Toyota Melayani Indonesia 2002-2014” terselip sejarah, mengapa mobil nasional (mobnas) Timor akhirnya "disuntik mati". Bahkan ekseskusi dilakukan oleh penciptanya sendiri, Presiden Soeharto, di era pemerintahan 1998 sebelum ia mengundurkan diri.

Awalnya Soeharto ingin mewujudkan produksi dan pemasaran mobnas, untuk swadaya kendaraan dalam negeri membuahkan Instruksi Presiden (Inpres) No.2/1996. Isinya memerintahkan kepada Menteri Perindustrian dan Perdagangan, Menteri Keuangan, dan Menteri Negara Penggerak Dana Investasi/Ketua Badan Koordinasi, untuk memudahkan proses kelahiran mobnas yang memiliki unsur, mengenakan merek sendiri, serta diproduksi dan menggunakan komponen dalam negeri.

Proyek tersebut dilimpahkan kepada putra Soeharto, Hutomo Mandala Putra (Tommy Soeharto) yang akhirnya mendirikan PT Timur Putra Nasional (TPN), sebagai produsen pembuat mobnas secara massal. Sontak, mobnas jadi “anak emas” di industri otomotif nasional.

Setelah Inpres, Soeharto juga menerbitkan Keputusan Presiden No.42/1996 yang menyebutkan, kelahiran mobnas masih terkendala persiapan dan biaya, sebab itu perlu disokong bantuan. Salah satu butir mengatakan, mobil yang diproduksi di luar negeri oleh tenaga kerja Indonesia dan memenuhi kandungan lokal sama derajatnya dengan mobnas buatan dalam negeri.

Jalan semakin lancar, TPN memutuskan bekerja sama dengan perusahaan otomotif terbesar ketiga Korea Selatan, Kia, untuk memproduksi generasi pertama mobnas yang diberi nama Timor (Teknologi Industri Mobil Rakyat), dibantu beberapa insinyur asal Indonesia. Itu sebabnya TPN legal mengklaim Timor produksi Korea Selatan disebut mobnas. Tambahan informasi, pada dasarnya Timor hanyalah rebadge Kia Sephia rakitan 1995.

Pilih kasih

Inpres No.2/1996 dinlai pilih kasih, sebab hanya istimewa buat TPN, yakni terbebas dari pajak impor barang mewah. Ditambah lagi, target kandungan lokal mobnas di tahun pertama 20 persen, kemudian 40 persen di tahun kedua, dan 60 persen tahun berikutnya. Semua komponen impor bebas bea masuk dan bebas kewajiban pajak-pajak lain selama tiga tahun pertama.

Isu kebijakan mobnas membuat perusahaan otomotif lain yang punya izin jualan di Indonesia merongrong. Pasalnya, selain TPN semua produsen wajib membayar pajak 100 persen. Masih ada lagi, label harga Timor di pasaran jauh di bawah harga “normal” sedan sekelasnya. Tidak hanya itu, kekhawatiran juga timbul sebab diprediksi pemasaran mobnas bisa saja meraup pasar model lain. 

Kelompok produsen asal Amerika Serikat memutuskan untuk menunda investasi. General Motors mengatakan aliran dana untuk pembangunan pabrik sebesar 110 juta dollar dihentikan dan Chrysler membatalkan rencana investasi 150 juta dollar buat produksi sedan Neon setelah sebelumnya telah menghasilkan Jeep, Cherokee dan Wrangler.

Sementara Ford bersikap lunak, sebab saat itu perusahaan raksasa ini memiliki saham kepemilikan 33,4 persen Mazda dan 9,4 persen Kia. Mazda sendiri memiliki 7,5 persen saham Kia.

Jepang

Namun yang paling “membara”, Jepang. Toyota sebagai perwakilan “Negeri Samurai” sekaligus pemimpin pasar di Indonesia dirasa tersisihkan dari program mobnas. Perundingan Indonesia-Jepang telah dilakukan, namun selalu tanpa mufakat.

Akhirnya, didukung Uni Eropa, Jepang membawa masalah ini sampai ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Indonesia dituduh melanggar beberapa poin pada ketentuan General Agreeements of Tariff and Trade (GATT). Cara ini bisa dilakukan sebab Indonesia terikat setelah menjadi anggota WTO sejak 1 Januari 1995.

Pada 22 April 1998, badan penyelesaian sengketa (Dispute Settlement Body) WTO memutuskan program mobnas melanggar asas perdagangan bebas dunia, dampaknya harus segera ditutup.

Nasib mobnas Timor pun menjelang ajal. Kesepakatan Presiden Soeharto dan Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional, Michel Camdessus, berujung pada satu titik, Keppres No.20 tahun 1998 yang isinya mengakhiri mobnas pada 21 Januari 1998. Empat bulan kemudian, tepatnya  21 Mei 1998, Soeharto mengundurkan diri dari jabatan Presiden.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau