Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dokumen EASA: Airbus A320 Bisa Celaka akibat Gangguan Probe AOA

Kompas.com - 27/03/2015, 21:20 WIB

KOMPAS.com — Dalam kasus kecelakaan Germanwings Flight 9525 yang terjadi pada Selasa (24/3/2015), satu-satunya dugaan kuat sebab jatuhnya pesawat yang berkembang adalah aksi bunuh diri yang dilakukan oleh kopilot Andreas Lubitz.

Germanwings 9525, yang menggunakan pesawat Airbus A320, mengalami penurunan ketinggian dalam waktu singkat, mulai dari 38.000 kaki menjadi 10.000 kaki, sebelum akhirnya jatuh menabrak tebing.

Penyidik belum menemukan tanda kerusakan pada pesawat. Justru, ketika mendengarkan suara rekaman kokpit peristiwa yang terjadi pada menit-menit terakhir sebelum pesawat jatuh, yang ditemukan adalah fakta yang memunculkan dugaan bunuh diri.

Sang pilot diketahui meninggalkan kokpit, mungkin untuk pergi ke toilet. Kemudian, terdengar suara geseran kursi dan penguncian pintu yang diduga dilakukan oleh Lubitz secara sengaja.

Sesudahnya, terdengar suara ketukan dan gedoran pintu. Namun, tak ada respons sama sekali dari dalam kokpit. Itu mengindikasikan sang kopilot sengaja membiarkan pintu tetap terkunci, tak mengizinkan pilot masuk kembali.

Semua skenario itu, walaupun terdengar sudah positif, sebenarnya masih berupa dugaan. Pengungkapan sebab kecelakaan pesawat butuh waktu berbulan-bulan. Di samping itu, belum ada statement resmi dari organisasi semacam Komite Nasional Keselamatan Transportasi.

Di luar konteks kecelakaan Germanwings 9525, Airbus sendiri mengungkap bahwa penurunan ketinggian dalam waktu singkat dan sulit dikendalikan sebenarnya bisa terjadi akibat kesalahan pada pesawat.

Itu diungkap dalam dokumen Emergency Airworthiness Directive AD No 2014-0266-E yang diterbitkan European Aviation Safety Agency (EASA) 9 Desember 2014. Dokumen berisi perubahan prosedur pengoperasian pesawat untuk mencegah blokade Angle of Attack (AOA).

Perubahan prosedur harus diikuti pengguna pesawat Airbus A318-111, A318-112, A318-121, A318-122, A319-111, A319-112, A319-113, A319-114, A319-115, A319-131, A319-132, A319-133, A320-211, A320-212, A320-214, A320-215, A320-216, A320-231, A320-232, A320-233, A321-111, A321-112, A321-131, A321-211, A321-212, A321-213, A321-231 dan A321-232.

Menurut pengamat penerbangan Yayan Mulyana, karena bersifat directive dan diterbitkan oleh EASA, perintah dalam dokumen harus dilakukan oleh semua operator penerbangan di Eropa. "Itu seperti perintah presiden," katanya.

Menurut dokumen tersebut, ada kasus blokade AOA (didefinisikan sebagai sudut antara gerakan pesawat dan gerakan angin dari depan) pada Airbus A321 yang memicu aktivasi Alpha Protection (sistem yang mencegah AOA terlalu tinggi).

Aktivasi Alpha Protection akibat blokade AOA dapat menyebabkan nose down, hidung pesawat menunduk disertai penurunan ketinggian. Kondisi ini sayangnya sulit untuk dikendalikan walaupun dengan menarik batang kendali ke belakang secara maksimum.

Nah, bila hal itu terus terjadi, pesawat akan hilang kontrol. Ujungnya, pesawat secara tak terkendali bergerak menurun dan akhirnya bisa menabrak apa pun yang ada di daratan atau lautan.

Untuk mencegah hal itu terjadi, EASA dan Airbus menerbitkan prosedur Aircraft Flight Manual (AFM) yang dipublikasikan dalam dokumen AFM Temporary Revision (TR) N° 502, memuat teknis mencegah kecelakaan akibat blokade AOA.

Salah satu prosedur yang termuat, bila terjadi nose down dan tak bisa dikendalikan, pilot diminta untuk bertahan dengan satu Air Data Reference (ADR) atau matikan kedua ADR.

Kalau lalu ditanyakan, apakah Germanwings 9525 tidak mengikuti perubahan prosedur tersebut sehingga jatuh? Sulit dipastikan. Dasar untuk menduga ke sana pun sejauh ini belum ada. Meski demikian, itu bukan berarti tidak mungkin.

Yayan sendiri mengungkapkan bahwa dengan belum adanya pernyataan resmi dari pihak semacam Komite Nasional Keselamatan Transportasi, dugaan bunuh diri walaupun punya dasar masih "terlalu dini" dan "sulit juga membuktikannya".

Hingga kini, katanya, rekaman suara yang dijadikan dasar untuk menduga aksi bunuh diri juga tidak dipublikasikan. Itu berbeda dengan kasus kecelakaan Adam Air di Majene dan bahkan kasus ditabraknya World Trade Center di Amerika Serikat, bahwa rekaman suara menjelang kecelakaan bisa diunduh dengan mudah lewat internet.

Yayan mengungkapkan, acapkali pengungkapan sebuah kecelakaan pesawat terjadi akibat aksi bunuh diri pilot dilakukan dengan sengaja untuk menutupi sebab kecelakaan sebenarnya. Kasus kecelakaan Silk Air di Sungai Musi pada 19 Desember 1997, menurut Yayan, bukan aksi bunuh diri pilot.

Almarhum Prof Oetarjo Diran, ahli penerbangan dari Institut Teknologi Bandung, dalam tulisannya di situs www.aerospaceitb.org mengungkap bahwa meskipun kecelakaan Silk Air dinyatakan aksi bunuh diri, penyelidikan Komisi Nasional Keselamatan Transportasi menemukan bahwa PCU Unit pesawat yang celaka tak lulus cek kualitas.


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com