Nur Khoiron, Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Nur Khoiron, dalam diskusi membahas polemik pemberian izin tambang untuk semen di kawasan karst Rembang di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Jakarta pada Selasa (24/3/2015).
Masalah izin tambang semen kembali mengemuka setelah sidang gugatan terhadap Izin Lingkungan Kegiatan Penambangan dan Pembangunan Pabrik Semen oleh PT Semen Gresik di Rembang berlangsung di Pengadilan Tata Usahar Negara pada Kamis (19/3/2015) lalu.
Dalam sidang itu, pernyataan pakar hidrologi Universitas Gadjah Mada (UGM), Heru Hendrayana, serta pakar geologi, Eko Haryono, pernyataan kontroversial. Menurut mereka kawasan karst Rendah tidak mengandung air dan masih muda sehingga bisa ditambang.
Pakar kelelawar dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Sigit Wiantoro, menyatakan bahwa dalam surveinya, kawasan karst Rembang diketahui memiliki 5 jenis kelelawar endemik yang berperan membantu penyerbukan tanaman dan pengendali hama.
Sementara, pakar arachnida LIPI, Cahyo Rahmadi, mengatakan bahwa dokumen Amdal izin semen di karst Rembang sendiri menyebut adanya 22 jenis burung di mana 4 diantaranya dilindungi serta 1 spesies mamalia endemik.
"Dokumen Amdal seharusnya sudah menggugurkan izin tambang itu sendiri," katanya. "Kalau di kesimpulan lalu muncul pernyataan layak untuk ditambang, menurut saya, itu ada alur pikir yang kurang sesuai."
Khoiron menilai, polemik izin tambang semen di Rembang menunjukkan masalah dalam Amdal selama ini. Amdal cuma dokumen yang bsia dimanipulasi untuk kepentingan ionevstor dan ilmuwan hanya sebagai tukang untuk memberikan justifikasi.
"Selama ini, Amdal dilakukan oleh pihak ketiga yang ditunjuk oleh investor, maka jelas isinya yang mendukung kepentingan investor," katanya. Kepentingan lingkungan dan publik diabaikan.
Dokumen Amdal sendiri harus dipublikasikan secara terbuka. Namun, publikasi bermasalah sebab isinya tak mudah dimengerti. "Seharusnya Amdal dipublikasikan lebih sederhana sehingga bisa dipahami," ungkapnya.
Agar Amdal bisa berfungsi, menurut Khoiron, tanggung jawab pelaksanaanya harusnya berada di pemerintah. "Amdal dilakukan oleh orang yang punya kemampuan dan independen dan ditunjuk oleh pemerintah," katanya.
Lebih lanjut, Khoiron mengungkapkan bahwa pelaksanaan Amdal harus melibatkan masyarakat secara partisipatif. Dengan demikian, publik memahami dampak pembangunan pada lingkungannya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.