Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Inilah Kecantikan Gunung Indonesia bila Dilihat dari Antariksa

Kompas.com - 10/03/2015, 15:17 WIB

KOMPAS.com — Krakatau, Tambora, Merapi, Sinabung, dan sejumlah gunung di Indonesia tampak cantik bila dilihat dari dekat. Namun, bagaimana rupa gunung-gunung tersebut bila dilihat dari antariksa?

Sejumlah satelit dunia berhasil mengabadikan wajah gunung-gunung Indonesia baik ketika sedang aktif maupun tidak. Hasilnya, gunung-gunung Indonesia memang tetap cantik, tetapi bahaya akibat ulahnya juga terlihat.

Tahun 2009, kru astronot Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat (NASA) memotret Tambora dari Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS). Foto itu diambil dengan kamera Nikon D3 Digital, lensa 800 mm.

Foto menampilkan wajah kawah Tambora dan lapisan depositnya. Kini tampak cantik, tahun 1815 lalu Tambora pernah mengamuk dan menghancurkan wilayah sekitarnya, meruntuhkan tiga kerajaan hingga membuat Napoleon Bonaparte kalah perang.

NASA Sinabung saat dorman dilihat dari luar angkasa, diambil dengan instrumen ETM pada satlite Landsat-7

Tahun 2003, instrumen Enhanced Thematic Mapper Plus (ETM+) pada satelit Landsat-7 memotret Gunung Sinabung saat dorman. Tampak hutan dan wilayah pertanian di sekitar gunung serta puncak gunung yang berwarna terang.

Wajah Sinabung pada foto tersebut jauh berbeda dengan wajah Sinabung yang diambil dengan sistem kamera ISERV di ISS pada tahun 2014. Gunung setinggi 2.460 meter itu mengamuk.

NASA Sinabung yang tampak mengamuk diambil dengan sistem kamera ISERV di Stasiun Luar Angkasa Internasional pada tahun 2014.

Amukan pada tahun 2014 sudah yang kesekian kali. Dorman sejak tahun 1.600, Sinabung tiba-tiba mengalami erupsi pada 29 Agustus 2010. Sejak itu, tabiatnya berubah menjadi gunung yang kerap marah.

NASA Wajah Merapi diambil dari antariksa pada tahun 2003.

Tahun 2003, NASA juga memotret Merapi. Salah satu gunung teraktif di dunia tersebut tampak menyemburkan asap. Di salah satu sisinya, tampak vegetasi di lerengnya, ditunjukkan dengan warna hijau.

NASA Merapi yang sedang mengamuk dipotret dari antariksa pada tahun 2010.

Citra lain Merapi dipotret oleh NASA Earth Observatory. Merapi tampak merah putih. Merah menunjukkan vegetasi, warna abu-abu menunjukkan aliran material piroklastik, sedangkan putih pada bagian tengah menunjukkan abu vulkanik.

Selain gunung-gunung yang terkenal aktif itu, wahana badan antariksa dunia juga memotret gunung-gunung lain seperti Paluweh dan Sangeang Api. Keduanya tampak sedang aktif.

NASA Gunung Paluweh atau Rokatenda dipotret dari antariksa pada 12 Februari 2013.

Dari foto-foto gunung dari antariksa, tampak bahwa gunung bisa terlihat cantik sekaligus mengerikan. Erupsi yang disebabkan oleh sebuah gunung bisa memicu kematian besar bila tak diwaspadai.

Laporan terbaru United Nation Office for Disaster Risik Reduction pada tahun 2015 menunjukkan bahwa Indonesia merupakan negara paling terancam oleh aktivitas gunung berapi.

Global Volcanic Model Data kejadian fatal akibat ulang gunung berapi. Dari total kejadian fatal yang terjadi sejak 1.600, kejadian di Indonesia paling mematikan.

Sejak tahun 1.600, ulah gunung api di Indonesia berakibat paling fatal. Sejumlah 66 persen bencana gunung berapi fatal terjadi di Indonesia. Tambora dan Krakatau adalah dua bencana paling mematikan.

Mengetahui hal itu, maka manusia Indonesia tak bisa hanya mengagumi sebuah gunung. Memahami perilaku gunung dan meningkatkan kewaspadaan diperlukan agar alam yang dianggap cantik tak malah mematikan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com