Ada Materi Gelap di Semesta yang Diklaim Bisa Memicu Kepunahan Massal di Bumi

Kompas.com - 25/02/2015, 13:09 WIB

KOMPAS.com — Kepunahan massal di Bumi diduga terjadi secara periodik, setiap 25-30 juta tahun. Profesor biologi dari New York University, Michael Rampino, mengungkapkan bahwa kepunahan massal tersebut berhubungan dengan materi gelap.

Materi yang tak kasatmata itu diduga berkontribusi pada kepunahan dinosaurus dan akan berperan dalam kepunahan-kepunahan massal yang mungkin bakal terjadi jutaan tahun mendatang.

Dalam makalah di Monthly Notice of the Royal Astronomy Society edisi Februari 2015, Rampino menyatakan, hal itu bisa diterangkan dengan menghubungkan periode kepunahan massal dengan periode tata surya bergerak melewati awan partikel di Bimasakti.

"Sejarah Bumi diwarnai dengan peristiwa kepunahan massal, beberapa di antaranya sulit untuk dijelaskan. Mungkin materi gelap, sesuatu yang masih belum jelas, tetapi menyusun seperempat dari alam semesta, menyimpan jawabannya," ungkapnya.

"Sangat penting dalam skala yang lebih besar (kosmos), materi gelap mungkin juga memengaruhi secara langsung kehidupan di Bumi," imbuh Rampino seperti dikutip News.com.au, Selasa (24/2/2015).

Tata surya berputar mengorbit pusat galaksi Bimasakti dengan periode 250 juta tahun. Dalam perputaran itu, menurut Rampino, tata surya melewati zona awan partikel yang kaya akan materi gelap.

Rampino mengungkapkan, ketika melewati awan partikel, materi gelap yang terkonsentrasi akan memengaruhi gravitasi di tata surya, mengganggu orbit benda-benda langit semacam komet dan asteroid.

Gangguan pada orbit komet dan asteroid bisa membuat benda langit itu mengalami ketidakstabilan dan kemudian terlempar ke tata surya bagian dalam. Jika masuk
dan menghantam Bumi, maka mengakibatkan kepunahan massal.

Pengaruh materi gelap tak cuma itu. Menurut Rampino, materi gelap punya sifat saling menghilangkan dan menghasilkan panas. Hal itu bisa memicu ketidakstabilan pada inti Bumi.

Ketidakstabilan inti Bumi bisa memicu erupsi gunung api, gempa bumi, serta perubahan ketinggian muka air laut. Menurut Rampino, itu pun terjadi setiap 25-30 juta tahun sekali.

Gagasan Rampino memang kontroversial. Astrofisikawan dari Monash University, Michael Brown, mengungkapkan, pernyataan bahwa materi gelap memengaruhi kepunahan massal masih kurang dasar ilmiah.

"Klaim kepunahan secara periodik hingga kini masih dianggap skeptis, mengaitkan itu dengan periode gerak tata surya melewati galaksi adalah kesimpulan yang sangat lemah," kata Brown.

Brown menambahkan, "Materi gelap tidak terkonsentrasi seperti materi umumnya." Materi itu menyebar. Sulit membayangkan adanya materi gelap yang terkumpul di satu wilayah dan memengaruhi gravitasi di tata surya.

Jika memang materi gelap terkonsentrasi dan bisa berefek pada gravitasi di tata surya, maka pasti materi itu juga mampu memengaruhi gravitasi bintang. Dengan begitu, maka pasti materi gelap sudah ditemukan.

Soal materi gelap yang bisa memengaruhi inti Bumi seperti argumen Rampino, Brown mengatakan, "Klaim hubungan materi gelap dengan aktivitas geologi itu hampir merupakan omong kosong." 

Materi gelap, menurut Brown, tidak berinteraksi dengan materi lainnya. Materi itu bisa melewati Bumi, Matahari, dan benda langit lain tanpa menimbulkan efek. Pernyataan bahwa materi gelap bisa memengaruhi inti Bumi sangat lemah.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Video Pilihan Video Lainnya >

Terpopuler

komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau