Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Langkah Susi Pudjiastuti Melarang Pemakaian Pukat Dinilai Tepat

Kompas.com - 02/02/2015, 20:33 WIB

KOMPAS.com - Langkah Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti melarang pemakaian pukat untuk menangkap ikan dinilai tepat.

WWF Indonesia menyatakan, larangan seperti yang tertuang dalam Peraturan Menteri Nomor 2 tahun 2015 akan membantu terwujudnya perikanan berkelanjutan.

"Kami mendukung upaya KKP melarang pemakaian pukat hela dan pukat ikan," kata Abdullah Habibi, Manajer Perbaikan Perikanan Tangkap dan Budidaya WWF Indonesia.

Kajian yang dilakukan WWF Indonesia menunjukkan bahwa pemakaian pukat hela dan pukat ikan menyebabkan masalah serius.

Pukat mulai dikenal di Indonesia sejak tahun 60-an dan dampak buruknya langsung bisa dirasakan hanya satu dekade kemudian.

Habibi mengungkapkan, tahun 1977, terjadi eksploitasi berlebihan ikan demersal di Laut Jawa akibat pukat harimau.

Sementara itu, tahun 1995, terjadi eksploitasi berlebihan ikan pelagik di Laut Jawa akibat pemakaian pukat cincin.

Wilayah Papua pun terdampak. Tahun 1996, terjadi eksploitas ikan demersal akibat pukat udang.

Saat ini, kata Habibi, 46 persen dari dumber daya perikanan di Indonesia mengalami eksplotasi berlebihan (over-exploited) dan 16 persen tereksploitasi penuh (fully-exploited).

"Artinya, kita mengalami overfishing," kata Habibi dalam Media Briefing "Pemaparan Kajian Singkat Alat Tangkap Thrawl di Indonesia" Senin (2/2/2015) di Jakarta.

Penggunaan pukat juga memicu pemborosan sumber daya perikanan akibat banyaknya tangkapan samping (bycatch).

Pukat bekerja dengan mengeruk dasar laut sehingga menjadi alat tangkap yang sangat efisien.

"Tapi yang menarik, 60-80 persen dari yang tertangkap ternyata dibuang. Hanya yang punya nilai ekonomi yang diambil," imbuh Habibi.

Studi WWF Indonesia, hasil tangkapan samping tak jarang merupakan spesies yang dilindungi, seperti hiu dan penyu.

Dalam studi penangkapan udang sepanjang tahun 2011 - 2013 di perairan Arafura, bycatch mencakup 6 jenis penyu, antara lain penyu lekang dan penyu hijau.

Penyu bisa menjadi bycatch sebab lokasi penangkapan udang beririsan dengan jalur migrasi penyu pada waktu tertentu.

Penggunaan pukat oleh segelintir kalangan yang menjadi salah satu pemicu overfishing terbukti merugikan nelayan kecil.

Studi WWF Indonesia, nelayan dari Rembang harus melaut hingga wilayah Laut China Selatan untuk mendapatkan ikan. Artinya, biaya melaut sangat besar.

WWF Indonesia memberikan rekomendasi kepada KKP untuk menindakjlanjuti pelarangan tersebut.

Habibi mengungkapkan, larangan harus diikuti dengan pengawasan ketata dan penegakan hukum yang disiplin.

Kedua, KKP perlu mengupayakan alat tangkap alternatif. "Syaratnya, alat tangkapnya harus ramah lingkungan," kata Habibi.

KKP juga perlu mendorong peningkatan nilai jual hasil perikanan. Di samping itu, KKP juga perlu memfasilitasi perikanan Indonesia mendapatkan sertifikat perikanan berkelanjutan.

Terakhir, larangan juga harus diikuti dengan upaya membebaskan nelayan dari praktik-praktik ijon yang merugikan.

Susi Pudjiastuti hari ini mengumumkan bahwa pihaknya akan memberikan tolerasni 6-9 bulan sebelum larangan penangkapan dengan pukat resmi diberlakukan.

Ia menegaskan bahwa tujuan pelarangan adalah untuk kelestarian dan kemajuan sektor perikanan. "Saya tidak bertujuan mematikan mata pencaharian orang," katanya.


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com