Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Debu Mematahkan Temuan Terbesar tentang "Big Bang" dan Inflasi Alam Semesta

Kompas.com - 01/02/2015, 18:37 WIB

KOMPAS.com — Maret 2014 lalu, para ilmuwan yang tergabung dalam misi BICEP mengklaim telah menemukan gelombang gravitasi mikro yang bergerak melewati ruang dan waktu dari masa sepertriliun triliun triliun setelah Big Bang.

Gelombang gravitasi mikro tersebut merupakan jejak dari inflasi kosmos, sebuah peristiwa ketika alam semesta mengembang dengan cepat segera setelah 13,7 miliar tahun lalu.

Temuan yang merupakan hasil pengamatan area langit miskin debu kosmos bernama "lubang langit" dengan teleskop canggih di Kutub Selatan itu disebut merupakan salah satu hasil riset fisika terbesar abad ini.

Saking pentingnya, temuan itu disebut berpotensi mengantarkan ilmuwannya meraih Nobel Fisika, sama halnya dengan penemuan boson Higgs alias "partikel Tuhan" pada tahun 2012 lalu.

Menemukan gelombang gravitasi mikro berarti ilmuwan mengonfirmasi kebenaran teori inflasi kosmos yang dikemukakan oleh fisikawan Alan Guth dan Andre Linde pada tahun 1980, sekaligus mengungkap rahasia mengapa semesta menjadi begitu besar.

Kini, kajian ulang yang dilakukan oleh tim BICEP dan Plack Consortium mematahkan temuan besar itu. Gelombang gravitasi mikro yang diklaim telah ditemukan ternyata merupakan hasil noise oleh debu galaksi.

"Analisis ini menunjukkan bahwa jumlah gelombang gravitasi mungkin tak lebih dari setengah sinyal yang terobservasi," kata Clenn Pyrke dari University of Minnesota, anggota tim Bicep, seperti dikutip New York Times, Jumat (30/1/2015).

"Kami tak bisa memastikan apakah masih ada sinyal gelombang gravitasi yang tersisa," kata Pyrke. "Pastinya, kami tak senang. Namun, kami ilmuwan, yang tugasnya adalah mengungkap kebenaran. Dalam proses ilmiah, kebenaran akan terkuak," imbuhnya.

Debu yang mematahkan

Untuk membuat temuan besar tahun lalu, tim BICEP menggunakan detektor super-sensitif pada teleskop di Antartika. Detektor itu akan mencari cahaya yang datang dari masa awal alam semesta, disebut radiasi gelombang mikro kosmik.

Pada dasarnya, yang dicari adalah pola putaran dalam polarisasi cahaya. Pola inilah yang menjadi dasar prediksi inflasi kosmos, gagasan bahwa semesta segera mengembang setelah Big Bang.

Pola putaran, disebut sebagai mode B, sekaligus juga merupakan jejak dari gelombang gravitasi yang terdapat seiring terjadinya peristiwa besar pembentuk alam semesta hampir 14 miliar tahun lalu.

Mendeteksi mode B bukan hal yang mudah. Dalam proses deteksi, sangat mungkin ilmuwan menemukan mode B "palsu". Itu bisa terjadi ketika gelombang mikro kosmik melewati obyek masif, seperti galaksi raksasa. Efek itu harus dikurangi dalam analisis.

Hal lain yang mungkin memicu penemuan mode B "palsu" adalah debu galaksi Bimasakti. Debu tersebut bisa menghasilkan polarisasi cahaya dan pola serupa dengan mode B. Dalam analisis, efek itu harus dihilangkan.

Dalam risetnya tahun lalu, tim BICEP telah menggunakan data selengkap mungkin guna mencegah hasil palsu. Sayang, tim BICEP tak punya akses data pengamatan teleskop Planck milik Badan Antariksa Eropa (ESA).

Planck memetakan gelombang mikro di alam semesta pada sembilan frekuensi, sementara tim BICEP hanya pada satu frekuensi. Alhasil, kemungkinan tim BICEP menemukan mode B palsu masih besar.

Tim BICEP dan Planck bekerja sama sejak Juni lalu untuk melakukan kajian ulang temuan sebelumnya. Lewat kajian ulang itu, tim menemukan bahwa sinyal yang dideteksi tim BICEP tak bisa dipisahkan dengan noise yang mungkin muncul karena debu dan galaksi.

"Hasil kerja sama menunjukkan, deteksi mode B primordial tak lagi kuat begitu emisi dari debu galaksi dihilangkan. Jadi, kita belum bisa memastikan bahwa suatu sinyal memang jejak inflasi kosmos," kata Jean Loup Puget, pimpinan investigasi instrumen Planck HFI, dikutip BBC, Jumat.

Bukan akhir

Meski temuan jejak inflasi kosmos ini dipatahkan, misi untuk meneruskan lagi pencariannya masih akan terus dilanjutkan. Sejumlah eksperimen akan digelar untuk mencari mode B dengan teknologi detektor dan teleskop yang lebih canggih.

Michael Turner, kosmolog dari University of Chicago, mengungkapkan, "Kosmos yang mengembang adalah gagasan yang paling penting dalam kosmologi setelah Big Bang." Mengungkapnya adalah tantangan bagi para ilmuwan.

 


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com