Kepada Kompas.com, Kamis (8/1/2015), Djoko Tjahjono Iskandar, herpetolog (pakar katak dan reptil) yang menemukan spesies tersebut mengungkap kisah panjang di balik penemuan katak yang tersebar di Sulawesi bagian barat dan dunia itu.
"Sebenarnya, kita sudah menjumpai pertama kali katak itu sejak tahun 1991. Waktu itu ada ahli asal Chicago yang ikut meneliti bersama kita," ungkap Djoko yang meneliti katak dan reptil sejak tahun 1975.
Penemuan tak segera dipublikasikan karena ada 2 masalah. Djoko menjumpai sejumlah spesies katak yang mirip sehingga jenis katak yang melahirkan itu belum bisa dikonfirmasi sebagai spesies baru.
Permasalahan lain, Djoko belum mengetahui persebaran katak yang melahirkan kecebong serta belum memiliki jumlah sampel individu dan perjumpaan proses melahirkan yang cukup untuk meyakinkan publik.
Djoko pun harus menunggu beberapa lama untuk memaparkan temuannya. Tahun 1998, dalam sebuah seminar di Manado, Djoko baru memaparkan pertama kali adanya jenis Limnonectes larvaepartus, namun belum menyebut nama spesies dan proses reproduksinya.
Setelah seminar itu, Djoko beserta tim peneliti lain dan mahasiswanya terus menggali informasi tentang katak tersebut. Ia beberapa kali melaksanakan ekspedisi, masuk ke hutan-hutan di Sulawesi.
"Dari situ saya sebenarnya berencana menulis makalah tebal, 200 halaman. Tapi kemudian saya mengetahui ada tim peneliti lain yang juga mempelajari spesies yang saya temukan," urai Djoko.
Akhirnya, tahun 2014, lewat kerjasama dengan Ben J Evans dari McMaster University di Kanada dan Jimmy A McGuire dari University of California di Berkeley, Djoko merasa perlu untuk memublikasikan temuannya.
Untuk mengidentifikasi sebagai spesies baru, bukan hanya ciri-ciri fisik yang digunakan, tapi juga analisis molekuler yang mengungkap kekhasan genetik suatu spesies. Data tingkat genetik membuat kebaruan spesies tak terbantahkan.
Jadilah kemudian spesies Limnonectes larvaepartus dipublikasikan di jurnal PLOS ONE pada 31 Desember 2014 lalu. Dalam publikasi itu, Djoko menyatakan bahwa katak tersebut adalah satu-satunya katak di dunia yang melahirkan kecebong.
Djoko menceritakan, sepanjang tahun 1991 hingga 2014 lewat beragam ekspedisi, dirinya berhasil membuktikan sebanyak 19 kali bahwa spesies Limnonectes larvaepartus memang bisa melahirkan.
"Kita pernah amati langsung. Saat dipegang katak itu memang bergoyang-goyang dan akhirnya keluar kecebong," cerita ahli katak yang meraih gelar doktor dari Université Montpellier 2 di Montpellier Perancis ini.
"Kita juga pernah bedah katak itu. Kita temukan telur yang sudah dibuahi dan kecebong. Telurnya lalu kita pindahkan ke gelas plastik dan setelah ditunggu memang lalu menetas menjadi kecebong," imbuhnya.
Dalam ekspedisi terakhir di Sulawesi sebelum publikasi, Djoko bercerita betapa dirinya harus berjuang saat menjelajahi hutan. "Maklum sekarang sudah tua," ucapnya yang kini telah berusia 64 tahun.