”Kalau ditanya sampai kapan letusan Sinabung berlangsung, kami belum tahu. Data pemantauan masih menunjukkan adanya potensi letusan,” kata Hetty Triastuty, penyelidik dari Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, di Jakarta, Selasa (14/10/2014).
Sebulan terakhir, Gunung Sinabung terus meletus. Seperti sepanjang Selasa pukul 06.00-12.00, teramati dua kali guguran awan panas hingga 1.500-3.000 meter dari puncak ke selatan dan sekitar 2.000 meter ke tenggara. Tinggi kolom abu vulkanik 500-700 meter.
Menurut Hetty, awan panas di Sinabung belakangan ini adalah awan panas jenis guguran karena kubah lava di puncak gunung runtuh. ”Selama kubah lava tumbuh, kemungkinan terjadi awan panas atau sekadar guguran bisa saja terjadi,” katanya.
Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM Surono mengatakan, dari laporan kegempaan Gunung Sinabung yang diterima setiap enam jam, teramati gempa vulkanik dangkal terus terjadi. ”Bahkan, tak perlu banyak gempa sebenarnya karena saluran magma dalam tubuh Sinabung sudah relatif terbuka sehingga letusan gampang terjadi,” ujarnya.
Selain itu, gempa-gempa frekuensi rendah juga masih terus terekam. ”Kondisi ini menunjukkan bahwa fluida (gas, magma, dan uap) masih menuju permukaan. Terbukti pertumbuhan kubah lava masih berlangsung,” katanya.
Menurut Surono, guguran kubah lava yang memicu awan panas terjadi bukan disebabkan gaya berat, melainkan terdesak suplai magma baru. Letusan itu dikenal sebagai efusif karena berasal dari guguran kubah lava yang diikuti awan panas guguran dengan ancaman terbatas pada radius kurang dari 3 kilometer.
Letusan eksplosif
Surono menyimpulkan, dengan tingginya kegempaan vulkanik, sangat kecil kemungkinan aktivitas letusan Gunung Sinabung akan terhenti dalam waktu dekat. Bahkan, erupsi yang bersifat eksplosif, bukan efusif sebagaimana kini terjadi, juga masih berpotensi. Sebagai catatan, rangkaian erupsi Sinabung pada akhir tahun 2013 hingga awal 2014 pernah menciptakan kolom asap letusan 10 kilometer.
Aktivitas Sinabung semakin berbahaya saat musim hujan. Pelapukan batuan akibat letusan memperlemah kestabilan lereng utara serta berpotensi terjadinya longsor dan banjir bandang, terutama di daerah lembah. Jika di puncak Sinabung hujan lebat dalam durasi lama, potensi lahar hujan juga harus diantisipasi.
”Semua potensi ancaman bahaya ini sudah dikenali dan disampaikan kepada semua pihak yang berkepentingan menanggulangi bencana,” kata Surono.
Dari Pemalang, Jawa Tengah, dilaporkan, Gunung Slamet hingga saat ini masih berstatus Siaga (level III). Meskipun aktivitas puncak gunung jauh menurun daripada beberapa waktu sebelumnya, data kegempaan masih fluktuatif.
Walaupun aktivitas puncak menurun, warga di lereng Gunung Slamet dan tim SAR setempat masih bersiaga. (AIK/WSI/WIE/KOMPAS CETAK)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.