Menurut Junus, penggalian situs Gunung Padang yang dilakukan TTRM tidak melibatkan tenaga ahli yang berkompeten.
"Undang-undang itu mengatakan kalau yang melaksanakan pelestarian ialah harus tenaga ahli di bidang cagar budaya. Maka itu harus dituruti karena itu permintaan undang-undang," kata Junus seusai Seminar Nasional 'Situs Gunung Padang dan Permasalahannya' di Aula PSBJ Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjadjaran, Jatinangor, Sumedang, Jawa Barat, Selasa (7/10/2014).
Selain itu, pelanggaran lain yang dilakukan oleh TTRM dalam penelitian situs Gunung Padang adalah tidak mengikuti prosedur penggalian situs arkeologi yang lazim.
Junus menilai, adanya keterlibatan TNI dalam penggalian situs Gunung Padang sesuai instruksi Presiden SBY justru malah merusak kelestarian situs. Sebab, mereka dinilai menggali dengan kasar menggunakan cangkul yang dikhawatirkan bisa menghilangkan bukti-bukti peninggalan sejarah.
"Mereka menggali dengan mengupas lereng-lereng yang sangat terjal. Padahal sebentar lagi akan ada musim hujan, kalau rubuh bagaimana?" tuturnya.
Kemudian, pelanggaran lainnya yang dilakukan oleh TTRM adalah penyampaian hasil-hasil temuan yang belum bisa dipertanggungjawabkan secara keilmuan kepada publik bahkan Presiden.
Junus menilai, temuan-temuan tersebut masih bersifat pendapat individu. "Kita perlu sadar bahwa Presiden itu sebuah lembaga dan lembaga ini adalah lembaga yang dipilih oleh rakyat. Artinya, menyampaikan kepada Presiden adalah bukan kepada individu tetapi kepada negara," paparnya.
Selain pelanggaran-pelanggaran UU Cagar Budaya, kata Junus, TTRM juga telah melanggar kode etik arkeologi karena menyampaikan hasil pendapat Individu dan tidak berdasarkan pada data yang akurat.
"Data itu betul apa tidak, bukannya pendapat individu. Seharusnya yang bisa mengungkapkan adalah orang yang mewakili bidang ilmu yang diwakili. Kalo dia berbicara tentang arkeologi ya harus arkeolog yang bicara. Sejarah ya, sejarah yang bicara. Geolog yang bicara ya berarti soal geologinya," bebernya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.