Memahami Dunia dengan Membedah Toba

Kompas.com - 12/04/2014, 14:46 WIB
Ingki Rinaldi

Penulis


BANDUNG, KOMPAS.com --
Sekitar 200 peserta, Jumat (11/4/2014) sore, memenuhi Auditorium Museum Geologi, Bandung, Jawa Barat, untuk mengikuti diskusi dan bedah buku Seri Ekspedisi Cincin Api Kompas. Buku berjudul Toba Mengubah Dunia itu ditulis oleh Tim Ekspedisi Cincin Api Kompas segmen Toba, yakni Ahmad Arif, Amir Sodikin, Indira Permanasari, dan M Hilmi Faiq.

Diskusi dan bedah buku tersebut menghadirkan sejumlah pembicara, yaitu Kepala Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Dr Surono, Peneliti Museum Geologi Bandung Dr Indyo Pratomo, dan Ahmad Arif sebagai salah seorang penulis buku.

Kegiatan itu diorganisasi para mahasiswa di Bandung yang bergabung dalam komunitas media sosial Twitter dengan akun @komunitaskampus serta terselenggara dengan dukungan Museum Geologi Bandung dan Penerbit Buku Kompas.

Indyo, dalam paparannya, menyebutkan bahwa ekspedisi yang dilakukan semacam itu dan melibatkan jurnalis belum pernah dilakukan sebelumnya. Itu ditambah fakta bahwa Toba, sebagai supervolcano (gunung api super yang bisa memuntahkan minimal 300 kilometer kubik magma ketika meletus) belum banyak ditulis dan dikenal masyarakat. Publikasi ilmiah mengenai Toba juga belum pernah dihasilkan ilmuwan Indonesia.

Padahal, tambah Indyo, letusan Toba sekitar 74.000 tahun lalu telah menjadi semacam simbol dunia untuk peristiwa erupsi supervolcano. Ini menyusul fakta tidak kurang 2.800 km3 material vulkanik yang dimuntahkan Toba ketika itu.

Hasilnya adalah danau vulkanik paling besar di dunia, yakni Danau Toba. Ukurannya 90 x 30 kilometer persegi. Dalamnya mencapai 500 meter yang menjadikannya sebagai lokasi penyimpan air tawar terbesar di dunia dengan volume sekitar 240 kilometer kubik.

“Keunikan lainnya ialah keberadaan pulau di atas pulau dan danau di atas danau, yakni Pulau Samosir yang berada di atas Pulau Sumatera serta Danau Sidihoni dan Danau Aek Natonang yang berada di atas Danau Toba,” sebut Indyo.

Letusan supervolcano Toba juga pernah membuat dunia “gelap” karena badai vulkanik dan konsentrasi aerosol sulfat di atmosfer yang menghalangi sinar matahari sebagai asupan utama kehidupan di bumi. Saat itu populasi manusia diperkirakan menyusut hingga sekitar 60 persen menyusul gangguan pada mata rantai makanan.

Indyo menilai, ekspedisi tersebut sangat penting dan menuliskannya menjadi buku merupakan sumbangan bagi masyarakat serta ilmu geologi. “Pengalaman berharga bagi saya untuk menemani Tim Ekspedisi Cincin Api Kompas pada tahun 2011 untuk mengelilingi Toba,” kata Indyo.

Gunung api terbanyak

Sementara Dr Surono mengatakan, penduduk Indonesia mestinya tidak kaget dengan gunung api yang meletus. “Bahkan untuk Toba yang dikenal sebagai supervolcano,” katanya.

Menurut Surono, hal itu dikarenakan fakta bahwa Indonesia adalah rumah bagi gunung api dunia. Jumlah gunung api di Indonesia, sebanyak 127 gunung api aktif, memastikan predikat sebagai negara dengan jumlah gunung api paling banyak di dunia.

“Sebagian di antaranya pernah meletus hebat, seperti yang masih kita kenal, seperti Gunung Tambora, Krakatau, Samalas (Rinjani), dan Toba,” kata Surono.

Karena itulah, Surono menambahkan, riset terkait fakta itu penting dilakukan serta dipublikasikan terus-menerus. Ini ketimbang membiarkan masyarakat hidup dengan ketakutan-ketakutan yang dibangun tanpa landasan ilmiah.

Taman bumi

Halaman:


Video Pilihan Video Lainnya >

Terpopuler

komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau