Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

P-3 Orion, Pesawat Canggih Pelacak Malaysia Airlines MH370

Kompas.com - 21/03/2014, 20:20 WIB
Yunanto Wiji Utomo

Penulis


KOMPAS.com
— Pencarian pesawat Malaysia Airlines MH370, selain menyuguhkan banyak spekulasi, ketidakpastian, dan sisi menyedihkan, juga menunjukkan sisi lain yang mengagumkan.

Banyak bangsa membantu pihak Malaysia untuk mencari pesawat yang hilang sejak Sabtu (8/3/2014) lalu. Mereka mengerahkan teknologi-teknologi tercanggih yang dimiliki.

Salah satu teknologi canggih yang patut disorot adalah pesawat AP-3C Orion milik Angkatan Udara Australia (RAAF).

AP-3C Orion dikerahkan untuk mengonfirmasi obyek diduga puing pesawat Malaysia Airlines MH370 dalam citra yang dirilis oleh Pemerintah Australia, Kamis (20/3/2014).

Seperti apa AP-3C Orion itu? Apa kecanggihan yang dimiliki sehingga diandalkan untuk menguak salah satu teka-teki pesawat hilang paling besar ini?

AP-3C Orion sebenarnya adalah keluarga pesawat P-3 Orion. Pesawat itu diproduksi oleh salah satu industri pesawat terkemuka, Lockeed-Martin.

Kini, ada 17 negara yang memiliki pesawat P-3 Orion. Selain Australia, negara lain yang memiliki pesawat tersebut antara lain Kanada, Jepang, Inggris, Pakistan, dan tentu saja Amerika Serikat.

P-3 Orion dikembangkan sejak tahun 1950-an. Pesawat ini adalah modifikasi dari pesawat penerbangan sipil yang diproduksi Lockeed Martin, Electra.

P-3 Orion awalnya dikembangkan untuk kepentingan Angkatan Laut Amerika Serikat (US Navy). Tujuan pengembangannya adalah untuk melakukan patroli laut dan memantau keberadaan kapal selam.

Prototipe dari pesawat P-3 Orion disebut YP3V-1 dengan nomor seri 148276. Pesawat itu terbang perdana pada 25 November 1959.

US Navy memesan 157 unit pesawat canggih ini. Generasi pertama dari P-3 Orion yang digunakan oleh US Navy disebut P-3A Orion.

Getty Images Kapetn Russel Adams, pilot AP-3C Orion milik Angkatan Udara Australia dalam pencarian Malaysia Airlines MH370


Sebagai pesawat militer, P-3 Orion tentu berbeda dengan Electra. Perbedaan utamanya adalah adanya perangkat deteksi anomali magnetik (MAD) untuk mengetahui adanya kapal selam.

Keunggulan P-3 Orion adalah kemampuannya untuk terbang rendah serta dalam jangka waktu lama sehingga sangat bermanfaat bagi patroli maritim.

Seiring waktu, banyak negara kemudian meminati pesawat ini untuk kebutuhan militer maupun risetnya.

Pengembangan juga dilakukan seiring dengan kemajuan teknologi penerbangan. Kini, ada banyak jenis pesawat P-3 Orion.

Generasi P-3A mulai digunakan tahun 1962. P-3 Orion generasi ini telah dilengkapi dengan sensor elektronik, terpedo, dan sonobuoy. Operasi dengan P-3A berlangsung selama 8-10 jam.

P-3A Orion bisa memuat 11 kru. Ada 3 pilot, 2 insinyur penerbangan, operator radio, teknisi, empat operator sensor, koordinator taktis, dan navigator.

Pada tahun 1964, Lockeed-Martin kemudian mengembangkan P-3B yang digunakan pertama kali oleh Selandia Baru.

Beberapa pengembangannya antara lain tak adanya injeksi air dan kapasitas untuk menembakkan Bullpup. Pada tipe P-3B, jumlah kru dipangkas. Satu operator sendor dihilangkan.

Pada tahun 1968 kemudian muncul P-3C Orion. Generasi ini telah dilengkapi dengan radar terbaru, low light television (LLTV), dan sistem deteksi inframerah (IRDS).

Pengembangan paling canggih pada P-3C adalah sistem sensor dan taktis yang terintegrasi dengan Univac CP-901 Digital Computer.

Banyak jenis P-3 Orion kemudian muncul karena modifikasi untuk memenuhi kebutuhan masing-masing negara atau lembaga yang menggunakannya.

Contohnya, pesawat WP-3D yang dimodifikasi untuk memenuhi kebutuhan Badan Administrasi Kelautan dan Atmosfer Amerika Serikat (NOAA) guna memantau cuaca dan badai.

Pesawat milik RAAF yang digunakan untuk melacak puing MH370 sendiri adalah AP-3C Orion, digunakan sejak tahun 2002.

AP-3C Orion melacak Malaysia Airlines MH370 dengan mengandalkan instrumen MAD-nya yang bisa mendeteksi adanya benda logam besar hingga kedalaman 150 meter.

Dengan kemampuan AP-3C Orion, jika memang MH370 mengapung di Samudera Hindia, menemukannya bukanlah hal yang sulit.

Sebagai pesawat yang telah puluhan tahun "mengabdi", P-3 Orion telah memenuhi kebutuhan banyak negara di banyak misi.

Tahun 1990 misalnya, saat perang Irak, Amerika Serikat menggunakan pesawat ini untuk melacak kapal Irak yang menyeberang dari Basra dan Umm Qasar.

P-3 Orion juga digunakan dalam pemantauan selama serangan Amerika Serikat ke Libya. Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat (NASA) juga menggunakan pesawat ini untuk riset.

Pencarian MH370 dengan AP-3C Orion memakan biaya yang tak sedikit. Berdasarkan data pemerintah Selandia Baru yang dirilis tahun 2000, tahun 1990-an saja, biaya operasional P-3 Orion mencapai 8.000 dollar AS per jam.

Secanggih apa pun P-3 Orion, ada saatnya perannya bakal tergantikan. US Navy pada tahun 2019 akan mengganti P-3 Orion yang dimilikinya dengan Poseidon 8 produksi Boeing.

Sementara itu, di militer Amerika Serikat, perannya bakal tergeser, tak berarti harus mengucapkan selamat tinggal pada pesawat hebat ini. Banyak bangsa masih menggunakannya.

Artikel telah di-update untuk memperbaiki kesalahan pada biaya operasional P-3 Orion yang sebelumnya dinyatakan Rp 1 triliun per jam.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com