Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 23/02/2014, 11:01 WIB
dr Andri, SpKJ, FAPM

Penulis

Sumber Kompasiana


KOMPAS.com - 
Sejak memfokuskan diri praktik psikiatri yang menangani kasus-kasus psikosomatik sejak lebih 5 tahun yang lalu, saya dalam keseharian lebih banyak bertemu dengan kasus-kasus pasien gangguan kecemasan atau depresi yang mempunyai ciri keluhan fisik yang menonjol. Beberapa di antaranya bahkan mengatakan tidak mengalami masalah berkaitan dengan keluhan psikologis atau psikis dan lebih mengedepankan gejala fisik atau somatik.

Kali ini, saya akan membahas lebih jauh tentang tumpang tindih gejala kecemasan pada pasien yang didiagnosis mengalami gangguan kecemasan. Hal ini disebabkan karena banyak pasien yang sering merasa bingung dengan diagnosis gangguan kejiwaannya dan berusaha untuk mencari lebih jauh dengan membuka berbagai situs di internet. Daripada bingung, ada baiknya Anda membaca ulasan singkat ini.

Cemas atau takut ?

Sebenarnya ada perbedaan mendasar ketika kita berbicara tentang suatu kondisi yang disebut cemas. Cemas adalah ketakutan yang tidak didasari oleh adanya sumber ketakutan yang jelas. Dalam berbagai buku dikatakan bahwa kecemasan lebih bersifat irasional, sedangkan takut bersifat rasional karena obyek yang ditakutinya ada. Beberapa orang yang mengalami kecemasan mungkin tidak setuju karena banyak pasien saya yang mengatakan bahwa mereka cemas akan sesuatu, misalnya sakit atau menderita penyakit berat. Pada hakikatnya, hal ini lebih disebut takut. Namun, ketika kondisi ketakutan tersebut bersifat irasional karena si pasien tersebut tidak mampu menjelaskan bagaimana perasaan takut tersebut, maka kecemasan lebih cocok disematkan pada kondisi demikian.

Satu yang menarik dalam praktik ketika berhadapan dengan kasus kecemasan adalah bahwa banyak pasien yang mengatakan bahwa kecemasannya tersebut tidak beralasan, datang sendiri tiba-tiba, dan sulit dialihkan. Ada pasien yang mengeluh bahwa tiba-tiba dia merasakan rasa takut yang luar biasa yang dia sendiri sulit menjelaskan takutnya pada apa. Hal ini lebih cocok disebut sebagai suatu kecemasan daripada ketakutan.

Takut penyakit berat

Pasien gangguan kecemasan dengan gejala fisik atau somatik lebih sering mengeluh dirinya mengalami ketakutan akan menderita sakit berat. Tidak heran pasien biasanya berulang kali memeriksakan dirinya karena keluhan-keluhan fisik yang timbul dan dirasakan pasien. Padahal, kondisi ini kebanyakan tidak didasari oleh adanya masalah fisik. Ketakutan akan menderita sakit ini yang banyak dialami oleh pasien gangguan kecemasan tipe panik dan tipe menyeluruh.

Kebanyakan pasien yang mengeluh takut menderita sakit berat biasanya mengalami gangguan fisik yang dimanifestasikan dalam gejala fisik berkaitan dengan fungsi saraf otonom. Tidak heran keluhannya biasanya berkisar antara lambung, paru, dan jantung. Rasa sensasi tidak nyaman di organ-organ tersebut sering kali memicu ketakutan yang lebih besar dan pikiran otomatis yang mengarah ke ketakutan akan menderita penyakit yang lebih berat.

Obsesif kompulsif

Walaupun dalam kasus-kasus pasien yang mengalami gejala fisik, seperti gangguan kecemasan panik dan menyeluruh berbeda dengan gangguan cemas obsesif kompulsif, namun pasien gangguan cemas panik dan gangguan cemas menyeluruh sering kali juga mempunyai karakter seperti pasien obsesif kompulsif. Pikiran yang berulang akan kecemasan tentang sesuatu hal yang buruk terjadi sering diungkapkan pasien. Perilaku kompulsif untuk memeriksakan diri juga merupakan karakter obsesif kompulsif yang sering dikeluhkan pasien.

Pasien gangguan kecemasan sendiri sering kali memang mempunyai dasar kepribadian obsesif kompulsif. Orang-orang perfeksionis, persisten, dan konsisten serta sulit menerima kenyataan yang tidak diharapkan sering kali lebih mudah mengalami gangguan kecemasan daripada orang lain. Hal ini seperti menjadi karakter dasar pasien-pasien yang mengalami gangguan kecemasan.

Kenali diri

Proses pengobatan selalu melibatkan faktor psikologis dan biologis agar mendapatkan perbaikan. Obat bisa digunakan sebagai fasilitator untuk mencapai keadaaan kestabilan sistem saraf otak agar mampu mengembangkan sifat positif di dalam diri. Pasien juga perlu menyadari dan mengakui adanya masalah kejiwaan yang terjadi pada dirinya. Menyangkal hal tersebut malah akan mempersulit pengobatan karena akan menghambat perbaikan gejala secara psikologis.

Pasien bisa disaranakan untuk meningkatkan kemampuan adaptasi diri dengan belajar cara-cara baru dalam beradaptasi dengan lingkungan yang sering kali dianggap sebagai pemicu stres. Pada pasien yang aktif dan mempunyai kemampuan belajar yang baik, maka hal ini bisa didapatkan dari buku-buku dan proses psikoterapi yang mencerahkan pasien. Obat akan memfasilitasi kondisi tersebut karena kenyamanan, terutama perbaikan gejala-gejala fisik pada pasien cemas biasanya akan mempermudah pasien gangguan kecemasan untuk berpikir positif.

Semoga tulisan ini bermanfaat.

Salam Sehat Jiwa

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber Kompasiana
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com