Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mendeteksi Abu Letusan Gunung Berapi dengan AVOID

Kompas.com - 14/02/2014, 19:03 WIB

Sebuah pesawat Airbus A400M kemudian menyebarkan abu tersebut di ketinggian 9.000-11.000 kaki, menyerupai ketinggian debu saat letusan gunung tahun 2010 lalu. Abu membentuk awan artifisial dengan kedalaman 600 hingga 800 kaki dengan diameter 2,8 km. Awalnya, awan debu ini dapat dilihat dengan mata telanjang. Namun, dengan cepat, awan pecah sehingga debu sulit terdeteksi.

Selanjutnya, sebuah pesawat Airbus A340-300 yang sudah dilengkapi teknologi AVOID diterbangkan menuju lokasi awan debu tersebut. Untuk memperkuat percobaan, sebuah pesawat kecil Diamond DA42 milik Duesseldorf University of Applied Sciences juga diterbangkan menuju lokasi.

Hasilnya, dari jarak 60 km, sensor AVOID di A340-300 mampu mengidentifikasi serta mengukur awan debu tersebut. Sensor vulkanis dapat mendeteksi awan debu dan mengukur kepadatannya, yang antara 0,1 gram dan 1 gram per meter persegi, atau dengan konsentrasi antara 100 μg hingga 1.000 μg per meter kubik. Angka ini merujuk pada kisaran konsentrasi yang diukur dalam peristiwa meletusnya gunung berapi Eyjafjallajokul bulan April dan Mei 2010.

Berguna

Keberhasilan percobaan ini disambut dengan sukacita. "Ini merupakan contoh bagaimana industri dan ilmu pengetahuan dapat bekerja sama untuk memecahkan suatu masalah," ujar Dr Fred Prata.

Bagi industri penerbangan di Eropa, percobaan ini sangat berarti. Sampai saat ini, ancaman letusan gunung berapi di Islandia masih mengancam. Menurut Magnus Tumi Gudmundsson dari Institute of Earth Science, selain Gunung Eyjafjallajokul, masih ada dua lagi gunung berapi yang dikhawatirkan meletus, yaitu Gunung Hekla dan Katla.

Pada periode 1970 hingga 2010, telah terjadi tujuh letusan gunung di Islandia. Beruntung pada periode tersebut, abu vulkanis justru berembus menjauh dari Eropa akibat embusan angin selatan.

"Namun ketika angin berembus dari barat laut, abu tersebut akan menyebar ke wilayah Eropa, sama halnya ketika Eyjafjallajokul meletus pada tahun 2010," ujarnya.

EasyJet langsung menyatakan akan memakai teknologi ini. "Hal ini merupakan langkah kunci dalam rangkaian uji coba teknologi dan akan mengarah pada sertifikasi komersial. EasyJet mulai sekarang akan bekerja menuju sistem non-integrasi yang dapat berdiri sendiri, dan diharapkan dapat dipasang pada sejumlah pesawat kami pada akhir tahun 2014 nanti," ujar EasyJet Engineering Director Ian Davies.

Bagi penerbangan di Indonesia, hasil penelitian ini tentu juga sangat berarti. Di Indonesia banyak sekali gunung berapi yang sangat aktif dan sering meletus menyemburkan abu vulkanis. Tahun ini saja, setidaknya ada Gunung Lokon, Gunung Sinabung, dan Gunung Merapi yang meletus. Dengan mengaplikasikan teknologi hasil penelitian ini, tentu dampak abu vulkanis terhadap penerbangan nasional bisa diminimalkan. (Gatot R)

Tulisan ini pernah dimuat di majalah Angkasa edisi Desember 2013.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com