Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mendeteksi Abu Letusan Gunung Berapi dengan AVOID

Kompas.com - 14/02/2014, 19:03 WIB


KOMPAS.com — Letusan gunung berapi sudah terbukti memiliki dampak yang sangat besar bagi dunia penerbangan, baik keselamatan maupun bisnis penerbangan.

Contoh dampak keselamatan penerbangan adalah peristiwa yang menimpa pesawat Boeing B747-200 milik British Airways.

Pada tahun 1982, pesawat dengan nomor penerbangan 009 itu terpaksa mendarat darurat di Bandara Halim Perdanakusuma saat perjalanan dari Inggris menuju Australia. Pasalnya, saat di atas udara Indonesia, mesin pesawat kemasukan debu vulkanis dari letusan Gunung Galunggung di Garut.

Mesin pesawat pun mati mendadak dan pesawat turun dengan cepat. Untunglah sebelum mencapai daratan, pilot berhasil menghidupkan lagi mesin pesawat setelah mencoba berkali-kali. Pesawat pun terpaksa mendarat darurat di bandara terdekat yang memadai.

Contoh dampak pada bisnis penerbangan terjadi pada tahun 2010 lalu. Awal bulan April 2010, Gunung Eyjafjallajokul di Islandia meletus. Akibatnya, pada 15 dan 21 April, kawasan udara di atas daratan Eropa tertutup debu vulkanis.

Otoritas penerbangan negara-negara Eropa pun menutup penerbangan hingga lebih dari 80 persen. Sekitar 100.000 penerbangan dibatalkan. Jutaan penumpang telantar di bandara-bandara Eropa. Kerugian akibat penutupan tersebut diperkirakan mencapai 2,6 miliar dollar AS (sekitar Rp 30 triliun).

Saking berpengaruhnya dampak letusan gunung berapi, saat terjadi peristiwa tersebut, otoritas penerbangan setempat akan mengeluarkan ashtam, notam (notice to airmen) khusus tentang debu vulkanis.

Masalah utamanya, partikel debu vulkanis ini sangat kecil, tidak kasat mata. Saat sudah menyebar di angkasa, debu bahkan tidak bisa dideteksi oleh radar. Jika salah prediksi, maka kejadian seperti yang dialami B747-200 British Airways bisa saja terulang dengan akibat yang lebih fatal.

Sensor debu

Pada 13 November lalu, tiga perusahaan dan dua lembaga pendidikan yang bekerja sama mengembangkan teknologi pendeteksi debu vulkanis di angkasa melakukan percobaan berarti.

Tiga perusahaan tersebut adalah maskapai EasyJet dari Inggris, pabrik pesawat Airbus, Nicarnica Aviation, serta Duesseldorf University of Applied Sciences dan Institute of Earth Science.

Mereka mencoba satu alat pendeteksi yang dinamakan AVOID (Airborne Volcanic Object Imaging Detector) ciptaan Dr Fred Prata dari Nicarnica Aviation. Sistem AVOID ini seperti radar cuaca, tetapi untuk abu.

AVOID menggunakan teknologi infra merah yang dipasangkan pada pesawat untuk memberikan gambar-gambar kepada para pilot dan pusat komando operasional suatu maskapai. Dengan gambar-gambar ini, pilot akan dapat melihat awan abu hingga 100 km di depan pesawat mereka pada ketinggian antara 5.000 dan 50.000 kaki. Dengan demikian, mereka akan dapat menyesuaikan rute pesawat untuk menghindari awan abu tersebut.

Di darat, informasi yang didapat dari pesawat berteknologi AVOID akan diolah dan digunakan untuk menciptakan sebuah gambar abu vulkanis yang akurat, dengan menggunakan data waktu terkini. Hal ini dapat membuka kawasan udara baru, yang jika tanpa teknologi ini maka harus ditutup akibat letusan gunung berapi.

Percobaan dilakukan dengan menyebarkan satu ton abu vulkanis di atas Teluk Biscay. Abu vulkanis tersebut berasal dari letusan Gunung Eyjafjallajokul pada 2010 lalu. Abu dikumpulkan dan dikeringkan oleh Institute of Earth Science di Reykjavik. Abu kemudian diambil dan diterbangkan oleh EasyJet menuju Toulouse.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com