Bagaimana Musim Dingin Ekstrem di Amerika Terkait Pemanasan Global?

Kompas.com - 07/01/2014, 10:28 WIB
Yunanto Wiji Utomo

Penulis


KOMPAS.com
 — Serangan udara dingin melanda dan melumpuhkan sejumlah wilayah di Amerika Serikat beberapa hari terakhir. Sebanyak 4.392 penerbangan dibatalkan dan 3.577 ditunda. Untuk pertama kali dalam 17 tahun, Minnesota menutup seluruh sekolah.

Suhu di beberapa wilayah Amerika Serikat memang tak terkirakan dinginnya, mencapai titik terendah dalam 20 tahun terakhir. Berpadu dengan angin, suhu bisa dirasakan lebih dingin oleh warga.

Di Allaghas, Maine, suhu bisa mencapai -36 derajat celsius, sementara di Kansas City bisa mencapai -22 derajat celsius. Dengan pengaruh angin, warga bisa merasakan seolah berada di tempat bersuhu hingga -50 derajat celsius.

Suhu yang sedemikian dingin membuat sejumlah pihak bertanya, apakah memang pemanasan global sedang terjadi? Mengapa justru rekor suhu dingin tercetak bila memang Bumi saat ini sedang memanas?

Kepala Pusat Perubahan Iklim dan Kualitas Udara Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Edvin Aldrian mengungkapkan bahwa suhu dingin yang melanda wilayah Amerika Serikat saat ini justru menjadi bukti adanya pemanasan global.

Suhu dingin ekstrem di negeri Paman Sam disebabkan oleh fenomena yang disebut polar vortex. Pada dasarnya, polar vortex adalah semacam aliran udara dingin di wilayah Kutub Utara, berputar berlawanan arah dengan jarum jam.

Polar vortex sebenarnya hanya terkonsentrasi di wilayah kutub. Namun, saat melemah atau karena perbedaan suhu dan tekanan dengan wilayah di lintang lebih rendah, polar vortex bisa menjalar ke daerah yang lebih selatan.

Yang terjadi kali ini, polar vortex menjalar ke wilayah yang jauh lebih selatan dari yang diduga. Penjalaran hingga wilayah yang jauh lebih selatan ini merupakan kontrubusi pemanasan global.

"Pemanasan global menyebabkan temperatur di wilayah tropis lebih tinggi. Temperatur lebih tinggi berarti tekanan lebih rendah. Udara bergerak dari tekanan tinggi ke rendah," ungkap Edvin.

"Pemanasan global membuat perbedaan suhu dan tekanan lebih besar sehingga polar vortex berdampak pada wilayah yang jauh lebih ke selatan dari sebelumnya," imbuhnya saat dihubungi Kompas.com, Senin malam.

Selain memanaskan wilayah tropis, pemanasan global juga memanaskan wilayah Arktik, membuat banyak es mencair. Pemanasan di wilayah Artik memungkinkan semakin seringnya sistem polar vortex tidak stabil hingga akhirnya menjalar ke luar kutub.

"Instabilitas ini memungkinkan udara Arktik yang dingin menjalar bebas ke selatan, di mana akan bertemu dengan udara hangat dan basah. Pertemuan ini bisa menghasilkan musim dingin yang parah dan kondisi lebih ringan di wilayah sekitarnya," demikian dinyatakan Union of Concerned Statistics seperti dikutip IB Times, Senin.

Dalam konteks suhu dingin ekstrem yang melanda Amerika Serikat, seperti dilaporkan Accu Weather, Senin (6/1/2014), ada pengaruh massa udara hangat di Pasifik bagian timur yang merentang hingga wilayah Alaska.

Massa udara tersebut memicu polar vortex ke wilayah yang lebih selatan, tetapi sekaligus menguncinya. Akibatnya, udara dingin tertahan di satu wilayah sehingga musim dingin ekstrem terjadi.

Polar vortex, kata Edvin, yang menjalar jauh ke wilayah selatan juga tidak hanya menyebabkan musim dingin ekstrem di Amerika Serikat saat ini. "Salju di Mesir dan Vietnam juga karena polar vortex. Karena pemanasan global, wilayah yang sebelumnya tidak bersalju menjadi bersalju," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Video Pilihan Video Lainnya >

Terpopuler

komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau